Ibu berkali – kali mempertanyakan rencana Yasa untuk menikah muda dengan Saphira. Yasa selalu menjawab dengan kalimat yang sama, “Insya Allah ada jalannya Bu.”
“Yasa! Coba dengarkan Ibu!” Malam itu Ibu berkaca – kaca, sepertinya sudah tidak kuat menahan rasa sakit di dalam hati. “Ibu tidak setuju dengan rencana pernikahan yang seperti itu!”
Yasa akan mengatakan sesuatu, namun Ayah meminta Yasa untuk tidak berbicara. Ia ingin Yasa mendengarkan curahan hati Ibu dulu.
“Yasa, dulu kamu adalah anak Ibu yang paling penurut. Bahkan dulu kamu begitu manja, lebih manja dari Bayu.” Ibu tidak kuat menahan air mata, ia menangis. “Kamu dulu begitu penurut, disuruh apapun mau, ketika disuruh kamu tidak pernah menggerutu. Tapi sekarang mengapa kamu seperti ini!?” Ibu membersihkan pipinya dari air mata sebelum berbicara lagi. “Semua anak Ibu mengecewakan Ibu! Kakakmu juga, banyak uang, tapi yang ia pikirkan hanya membahagiakan Dara. Jalan – jalan ke tempat – tempat mewah, membelikan Dara barang – barang yang mahal. Tapi Ibu tak pernah diberi hadiah!”
“Ibu, menikah bukanlah dosa Bu. Mengapa Ibu berpikiran, pernikahan yang aku rencanakan bukan pernikahan yang baik?” Tanya Yasa.
“Ibu tidak setuju dengan pernikahan di KUA itu! nanti orang – orang berpikiran apa? Mereka pasti berpikiran kamu telah menghamili Saphira atau lebih buruk dari itu!”
“Mengapa Ibu memikirkan orang lain dulu? Mengapa tidak memikirkan perasaan Yasa dulu Bu?” Yasa melihat Ibu terdiam, ia melanjutkan argumennya lagi. “Ibu telah terjebak dengan pemikiran orang – orang di zaman ini! Yang berpikiran kalau menikah itu harus di gedung, memerlukan uang puluhan bahkan ratusan juta, harus ada pre wedding, harus ada biaya bulan madu, dan kalau bisa sudah memiliki mobil sebelum menikah. Kalau memang pernikahan harus seperti itu, berarti Allah tidak adil Bu! Karena pernikahan hanya untuk orang kaya!”
“Yasa! Sudah! Jangan bicara seperti itu!” Bentak Ayah.
“Sebentar Ayah, sebentar.” Kata Yasa. “Ibu, dulu pada zaman Rasul, ada orang yang menikah dengan mas kawin beberapa buah kurma, ada orang yang menikah dengan mas kawin hafalan Al – Quran. Menikah bukan masalah harta Bu, tapi masalah hati. Bukankah yang utama adalah akad?”
“Sudah Yasa, terserah kamu saja.”
Kemudian Ibu masuk ke kamar, Ayah mencoba menenangkan Ibu, namun Ibu tidak berhenti menangis. Malam itu Yasa lupa, ia lupa bahwa rida orang tua adalah rida Allah juga. Setelah perdebatan itu, kehidupan Yasa hancur secara pelan – pelan.
*
Penelitian Saphira di kelas berjalan dengan lancar. Jika ia beruntung, mungkin dua bulan lagi bisa ikut sidang skripsi, dan menjadi salah satu orang di angkatan yang lulus paling cepat. Yasa senang sekali, mungkin sebentar lagi mereka akan menikah.
Akhir – akhir ini Yasa sering bermimpi berjalan di hutan yang gelap dan dipenuhi oleh dedemit yang berwarna hitam, mata merah menyala, tangan dan kakinya sepanjang batang pohon kelapa, tapi badannya kurus seperti mahasiswa yang ketagihan narkoba. Ia berjalan di hutan yang menyeramkan itu tanpa merasa takut, ia berjalan lurus terus. Di mimpi itu ia sering masuk ke dalam lubang – lubang yang tak terlihat.
[17.25] Saphira : Alhamdulillah, akhirnya aku boleh ikut sidang bulan ini Sa!
[17.30] Yasa : Horeeeeeeeeee! Sebentar lagi kita nikah, Insya Allah aku akan segera cari – cari info mengenai koskosan yang murah. Kata Khadijah, koskosan di dekat kampus yang khusus buat suami isteri itu sudah penuh.
[18.21] Saphira : Bagaimana orang tua kamu sudah setuju?
[18.22] Yasa : Ibu kayanya masih kesal sama rencana aku. Tapi Ayah mendukung kok. Keluarga kamu bagaimana?
[18.34] Saphira : Jadi gak enak sama Ibu kamu.
[18.36] Yasa : Nanti kamu kalau sudah jadi menantu Ibu, pasti disayang seperti anak perempuannya sendiri. Ibu penyayang kok. Jangan khawatir.
[18.48] Saphira : Teteh aku mau menikah Sa, bulan ini. Jadi kayanya kita menikah beberapa bulan setelah Teteh aku menikah. Orang tua aku bakalan capek banget, kalau menikahkan kedua puterinya di bulan yang sama.
[18.55] Yasa : Oh gitu. Teteh kamu menikah di mana?
[19.23] Saphira : Di Gedung Suwarnadwipa. Yang dekat SMA kamu dulu.
[19.24] Yasa : Wah, pernikahannya mewah ya?
[19.39] Saphira : Iya, soalnya calon suami Teteh salah satu petinggi di bank swasta. Mereka ada pre wedding-nya dan rencananya setelah resepsi mau bulan madu di Lombok.
[19.48] Yasa : Wah keren. Kamu gak apa – apa kan kita nikah sederhana?
[20.01] Saphira : Gapapa.
*
Tragedi itu bermula di hari ke-17, bulan Ramadhan. Siang itu Ayah dan Kakak membantu Yasa untuk mencari kosan untuk suami isteri yang memiliki harga sewa murah. Akhirnya Kakak mendukung keinginan Yasa untuk menikah muda, setelah bertemu sahabatnya, namanya Badrun, dulu ia sempat menjabat sebagai ketua himpunan di Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil. Badrun yang baru bertemu lagi dengan Kakak setelah dua tahun berpisah, ternyata menikah muda di Aceh, setelah baru saja bekerja selama satu bulan di BUMN. Kakak bilang, cerita dari Badrun dan isterinya itu sungguh luar biasa, mereka berjuang dari nol, asalnya hidup susah dan mengontrak rumah, sampai bisa membeli rumah dan mobil.
“Sepertinya kalian para mantan kahim yang sudah menderita di himpunan punya kecenderungan yang sama ya, hahahaha.” Kata Kakak.
Yasa bahagia sekali, kini ia didukung oleh Ayah dan Kakak. Bahkan Bayu juga mengaku selalu mendoakan Yasa agar segera menikah. Sekarang hanya tinggal satu orang di rumah yang perlu Yasa yakinkan, yaitu Ibu. Membuat Ibu senang akan rencana pernikahan Yasa yang dinilainya inkonvensional itu, sungguh sulit. Tapi, Ibu sudah mengobrol dengan teman – teman pengajiannya mengenai biaya mengadakan acara syukuran pernikahan yang sederhana di rumah. Sepertinya Ibu juga pelan – pelan menerima ide Yasa yang sedikit nekat itu.
[14.11] Saphira : Lagi apa?
[14.49] Yasa : Lagi cari kosan sama Kakak. Buat kita hidup berdua nanti.
[14.51] Saphira : Kamu inget gak hari ini hari apa?
[14.59] Yasa : Oh iya, di tanggal ini kita jadian tahun lalu. Maaf, aku hampir saja melupakannya. Ayo kita ke McD BIP ya? Kita buka puasa di sana ya? Aku jemput ya?
[15.11] Saphira : Oke, aku tunggu.
Mereka berdua datang ke McD dan memesan makanan yang sama seperti di hari pertama mereka pacaran, burger, kentang goreng dan cola. Saphira tidak berbicara apapun saat menunggu waktu berbuka. Setelah buka puasa, ia masih tidak mau berbicara.