Minggu sore, Yasa dan Saphira makan di Kedai Tintintin. Mereka berdua memesan ayam kolam dan es teh manis. Setelah peristiwa meminta maaf di rumah Yasa itu, Saphira jadi lebih perhatian kepada Yasa.
“Apakah kamu mau terus bekerja di sekolah Katolik itu?”
“Mungkin iya, guru – guru di sana baik – baik.”
“Apakah mereka menyediakan tempat salat?”
“Ada, sekolah menyediakan musala untuk para guru muslim.”
“Ada berapa guru muslim di sana?”
“Ada aku, Pak Dadan dan Pak Komar guru bahasa Sunda, Pak Pedro guru musik, dan Pak Ganjar guru bahasa Indonesia.”
“Kamu benar – benar bisa kerja ya tanpa ijazah?”
“Iya, tapi aku tidak memiliki gaji pokok, dan sekarang gajinya tidak sebesar beberapa bulan yang lalu. Setelah Bu Kristin selesai cuti hamil dan melahirkan, aku hanya mengajar 14 jam.”
“Semangat Yasa.”
“Iya.” Yasa menyeruput es teh manis, lalu memberikan tatapan yang serius pada Saphira. “Nama mantan kamu itu siapa? Aku masih penasaran.”
“Eh kok, kamu gitu sih.” Saphira terlihat kecewa. “Namanya Herlan.”
Setelah pulang dari Kedai Tintintin, Yasa mencari seseorang bernama Herlan di Facebook dan Instagram Saphira. Namun, ia tidak menemukan satupun teman Facebook Saphira yang bernama Herlan, dan tidak ada satupun pengikut atau orang yang diikuti Saphira di Instagram yang bernama Herlan.
*
Saphira kini lebih cerewet, ia sering menghibur Yasa yang kadang terlihat murung, dengan menceritakan pengalaman – pengalaman lucu yang Saphira alami bersama Iis dan Devrina.
“Sa, Iis kan takut banget ya sama film horror, film horror terakhir yang ia tonton itu Silent Hill waktu dia masih kelas 7 SMP dan enggak pernah lagi mau nonton film horror. Kapok katanya, hantunya sampai kebawa – bawa mimpi.” Saphira tak bisa menahan tawa, ia tertawa sebentar. “Terus ya, aku sama Devrina jail ke Iis, aku mengajak dia menonton drama korea baru di kosan Devrina, padahal mau menonton film horror judulnya Evil Dead. Aku dan Devrina maksa Iis buat nonton film itu pokoknya, setelah itu ya, kasian Iis, dia jadi nginep di kosan Devrina selama satu minggu, karena takut tidur di kosan sendirian katanya, hahaha.”
“Hmm, kasian Iis.”
“Terus ya Sa, ada siswa di sekolah aku juga yang kaya gitu. Jadi sieun pisan (takut sekali) sama boneka Chucky. Kamu takut gak boneka Chucky?”
“Gak.” Yasa berbohong.
“Terus ya Sa, itu temen – temennya jail, beli boneka Chucky terus dikasihin ke siswa yang fobia boneka Chucky itu. Gila Sa! Itu siswa sampai jerit – jerit, nangis terus menerus dan sampai kesurupan. Alhasil anak – anak yang jail itu dipanggil ke ruang BK dan sempet juga katanya diludahin sama orang tua siswa yang fobia boneka Chucky itu Sa, sampai sekarang masih jadi masalah lho.”
“Hmm.”
Kini Yasa dan Saphira telah bertukar peran. Yasa yang dulu banyak berbicara di depan Saphira, kini hanya mendengarkan dan memberikan komentar singkat, sedangkan Saphira yang dulu cuek, sekarang menjadi cerewet.
Yasa masih memiliki keinginan untuk membalas dendam pada Saphira. Namun keinginan itu setiap minggu semakin menyusut, energi yang besar itu mengecil, mengecil dan semakin kecil setiap minggu. Yasa sempat berpikir, ia akan berhenti menjalankan rencana balas dendamnya pada Saphira, ia juga sempat berfikir akan mencoba mencintai Saphira lagi. Mungkin, Yasa tidak akan pernah melakukan balas dendam kepada Saphira, kalau saja Boy tidak datang malam itu.
*
[20.35] Sadut : Assalamualaikum Sa, ini ada video, tolong disebar di grup angkatan ya
Sadut memberikan Yasa kejutan lagi. Ia baru saja mengirimkan video pre wedding-nya dengan Reylia. Di video itu Sadut memakai kemeja putih, celana jin hitam, dan sepatu putih, sedangkan Reylia memakai dress putih dan flat shoes putih. Mereka berlari – lari di sekitar ITB, berpose di tangga – tangga berwarna biru, makan seblak bersama, berjemur bersama di Sabuga, memamerkan cincin di dekat kaca dan menyebrang zebra cross sambil tertawa. Video berdurasi dua menit sebelas detik itu diiringi lagu “Anata” dari L’Arc-en-Ciel. Di akhir video ada undangan resepsi pernikahan yang akan diadakan dua minggu lagi.
[20.43] Yasa : Sudah aku bagikan di grup angkatan Dut. Hebat sekali kamu menikah di gedung, prewed-nya juga keren, sudah dapat royalti dari novel fantasi itu ya? Oh iya, mengapa prewed-nya harus di ITB?
[20.45] Sadut : Hehe, ITB adalah tempat yang paling sering kami gunakan untuk pacaran Sa, karena Reylia senang sekali dengan seblak yang ada di depan gerbang masuk ITB. Ini semua berkat kebaikan calon mertua aku Sa. Aku sebenarnya ingin menikah sederhana saja, tapi ini keinginan mertua aku. Ya aku tidak menolak lah, hahaha
[20.47] Yasa : Ayahnya Reylia bekerja di mana Dut?
[20.49] Sadut : Ayahnya Reylia punya pabrik Sa
[20.53] Yasa : Pabrik apa? Jangan – jangan kamu dikasih rumah dan mobil ya? Hahaha
[20.55] Sadut : Pabrik tekstil. Iya Sa, alhamdulillah
[20.57] Yasa : Kamu dikasih mobil apa? Memang sudah bisa mengendarai mobil? Sudah bisa motor sekarang?
[21.00] Sadut : Alhamdulillah sudah bisa naik motor sekarang. Semenjak aku jadian sama Reylia tiga bulan kemarin, aku belajar naik motor. Kalau mengendarai mobil belum bisa Sa, biar Reylia saja yang menyetir, selama aku belum bisa. Reylia suka pakai mobil Pajero Sport
[21.03] Yasa : Tidak merasa malu? Reylia yang menyetir mobil?
[21.05] Sadut : Kenapa harus malu Sa? Aku senang – senang saja. Besok aku ke rumah kamu ya? Mau memberikan undangan khusus buat keluarga kamu
[21.07] Yasa : Besok aku di sekolah dari pagi sampai sore, dilanjut kerja malam di tempat bimbingan belajar
[21.09] Sadut : Oh iya, sekarang kamu sudah sibuk ya. Libur hari apa aja?
[21.10] Yasa : Kamis dan Jumat aku mengerjakan skripsi di rumah. Mengajar di tempat bimbingan belajar dari Senin sampai Sabtu, setiap sore sampai malam. Minggu baru libur.
[21.13] Sadut : Kamis pagi aku ke rumahmu ya? Mau pizza rasa apa?
[21.15] Yasa : Boleh. Aku ingin pizza yang banyak keju dan dagingnya.
Sadut datang ke rumah pagi – pagi, saat Yasa dan Ibu baru saja selesai menjemur baju. Ia memakai kostum yang sama seperti yang ia pakai di video pre-wedding. Motor matic Sadut terlihat seperti baru saja keluar dari dealer motor, masih sangat bersih dan mengkilat.
“Ini namanya Si Bleki Sa!” Kata Sadut.
“Kamu tidak kreatif! Mengikuti nama motorku!”
Sadut membawa kartu undangan pernikahannya dengan Reylia yang dihiasi gambar Sadut dan Reylia versi anime dan kotak berisi pizza berukuran besar yang penuh daging. Ibu memberikan pujian pada kartu undangan pernikahan Sadut itu, “kartu undangannya lucu ya, unik ini.”
Ibu menjamu Sadut dengan bubur ayam dan susu murni hangat. Setelah menghabiskan bubur dan susu dengan cepat, Sadut yang terlihat masih kelaparan karena mungkin belum sarapan, meminta Yasa untuk segera membuka kotak pizza yang ia bawa. Saat Yasa baru makan satu potong, Sadut sudah makan sebanyak tiga potong.
“Maaf Sa, ini pizza favoritku. Aduh jadi malu. Aku janji, setelah sepotong lagi, aku akan berhenti makan.”
“Tidak apa – apa Dut. Hmm, kamu sekarang kerja di mana?”
“Aku belum bekerja.”
“Kalau Reylia?”
“Dia bekerja mengurus pabriknya, kadang – kadang ngecek pabriknya.”
“Pabrik apa?”
“Pabrik Tekstil”
“Calon mertua kamu punya berapa pabrik?”
“lima, kalau tidak salah.”
Sadut bercerita mengenai kisah cintanya dengan Reylia yang begitu ajaib. Katanya, hanya dengan sekali kencan di Kedai Mpekmpek Hamer, mereka berdua memutuskan akan menikah secepatnya. Cinta pertama memang ajaib, kekuatannya sangat dahsyat dan sering membuat orang – orang kaget.
“Orang tuaku sempat suudzon Sa, mereka mengira aku telah menghamili Reylia, hahaha.”
“Iya, aku juga sempat berpikir seperti itu.” Yasa kemudian tertawa.
“Ternyata cinta adalah hadiah Sa, hadiah dari Allah, datang begitu saja dan kita tinggal menerimanya dengan penuh rasa syukur.”
Berbagai macam perasaan memenuhi hati Yasa, ada iri, bahagia, kagum dan kaget, keempat perasaan itu kemudian bertengkar, mereka tiba – tiba ingin menentukan satu perasaan yang menjadi juara dan mengusai hati. Kemudian Iri membantai teman – temannya, ia mencekik Bahagia, menembak mati Kagum dan menjatuhkan Kaget ke dalam jurang ketiadaan.
“Aku iri sama kamu Dut. Iri sekali.”
“Tapi kamu tidak jadi membenci aku kan?”