Kakak

Kemas Nursyamsu Iskandar
Chapter #40

Dokter Sumitro

“Jangan bimbingan sekarang Pak Kahim! Ibu Dosen Pembimbing mood-nya sedang tidak baik!” Kata Teh Julaeha dengan nada yang sangat khawatir.

Bodohnya Yasa tidak percaya dengan peringatan dari Teh Julaeha itu. Ia tetap masuk ke kantor Ibu Dosen Pembimbing, beberapa saat kemudian mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan. Tiba – tiba saja Yasa harus mengulang Bab 1 sampai Bab 3 karena Ibu Dosen Pembimbing menilai sudah banyak judul penelitian yang meneliti kemampuan siswa di dalam berpikir kritis di dalam pembelajaran sejarah. Melihat wajah Yasa yang kacau dan penuh kesedihan setelah keluar dari kantor Ibu Dosen Pembimbing, Teh Julaeha segera merasa iba kepada mantan ketua himpunan itu.

“Revisinya banyak Pak Kahim?”

“Aku baru saja diminta mencari judul skripsi yang baru Teh.”

Kesialan Yasa berlanjut di tempat bimbingan belajar. Tenyol dan seorang siswa berotot bernama Zamzam berkelahi di kelas. Yasa yang mengira itu adalah prank dari para siswa untuknya, tidak menganggap perkelahian itu serius dan bertindak lambat di dalam mengamankan keadaan. Ia baru sadar perkelahian itu bukan prank setelah Zamzam membuat hidung temannya berdarah. Setelah itu kelas ricuh, beberapa siswa perempuan menangis, dan Yasa mendapatkan teguran keras dari Kang Andryana karena dinilai tidak bisa membuat kelas kondusif dan tidak bisa bertindak cepat saat ada masalah di kelas.

“Kamu telah merusak tiga hal yang penting hari ini. Yaitu wibawamu sebagai guru, nama baikmu di depan orang tua siswa, dan nama baik tempat bimbingan belajar ini.” Kang Andryana menyampaikan itu sambil meremas gelas pelastik yang ada di meja kerjanya.

“Maaf, Kang.” Yasa tertunduk malu.

“Jangan melakukan kesalahan fatal lagi Sa. Ingat, jangan terlalu akrab dengan siswa, jaga wibawamu sebagai guru.”

Karena perasaan kesal dan sedih yang begitu kuat, malam itu Yasa bermimpi mengamuk di kelas, sambil menangis, di depan siswa – siswa dari Jepang yang tampaknya sudah terbiasa dengan guru – guru yang mengamuk, sehingga diam saja dan berwajah tenang. Yasa terbangun pada jam dua malam, dengan baju yang basah oleh keringat.

Di SMA Katolik, Yasa mengajar seperti biasa, ia menganggap dirinya Pak Yadi dan menjelaskan cerita sejarah dengan berapi – api. Para siswa yang menyukai sejarah terkesima, siswa – siswa yang tadi malam begadang main game online sampai jam tiga dini hari tertidur, dan seperti biasa para siswa yang sedang mencari arti cinta menunggu cerita sejarah selesai disampaikan, kemudian saat sesi tanya jawab diadakan, mereka tidak akan bertanya mengenai sejarah, mereka akan bertanya mengenai hubungan lelaki dan perempuan, sejarah pacaran dan kisah cinta para pahlawan.

“Pak mau bertanya, boleh kan?” Kata Mario, sambil mengangkat tangan.

“Iya silahkan, pertanyaan mengenai cinta lagi ya?”

“Iya Pak, jadi Pak, mengapa perempuan itu susah move on Pak? Kalau cowo itu gampang move on?”

“Kata siapa cewe susah move on?” Tanya Berlita.

“Kata urang tadi.” Mario langsung menjawab. “Urang nanya sama Pak Yasa Ta, udah maneh diem aja.”

“Pak, memang cewe susah move on?” Tanya Berlita pada Yasa.

Pertanyaan – pertanyaan itu mengingatkan Yasa pada sejarahnya bersama Saphira. Ia meminta waktu kepada para siswa untuk berpikir. Setelah terdiam selama hampir dua menit, akhirnya Yasa mencoba menjawab.

“Ini bukan science ya anak – anak, ini opini Bapak saja. Menurut Bapak perempuan itu memang susah move on.

Beberapa anak lelaki segera mengeluarkan teriakan, tawa dan ejekan kepada mantan pacarnya yang berada di kelas, “Ulululululululu! Hwahaha, tuh dengerin!” Kata Mario.

“Tapi ini bukan science kan Pak? Ini cuma opini Bapak saja kan?” Tanya Berlita.

“Iya Ita, that’s right.” Yasa mengangkat telapak tangan, meminta para siswa yang masih ribut untuk diam. “Dengarkan ini, Bapak akan mengatakan hal yang sangat serius.”

Siswa – siswa terdiam. Orang – orang yang tertidur dibangunkan oleh temannya agar mendengar apa yang akan dikatakan oleh Yasa.

“Bagi cowo – cowo di sini, jangan mau kalian pacaran dengan seorang perempuan yang sudah mempunyai hubungan dengan mantannya selama lebih dari lima tahun. Jangan!”

“Hee, kenapa Pak?” Berlita langsung bertanya.

“Mikir Ta! Lima tahun pacaran udah ngapain aja?” Perkataan Mario itu disambut oleh tawa dari beberapa siswa lelaki.

“Ih, aku gak ngerti, Pak Yasa? Kenapa Pak?” Berlita benar – benar terlihat tidak paham dengan yang baru saja dikatakan oleh Mario.

“Maaf Ita, Bapak tidak akan menjawab itu. Yap, kelas ditutup, silahkan Kenzhi pimpin doa!”

*

Lihat selengkapnya