Bayu bertanya kepada Yasa, “Apakah skripsi mahasiswa jurusan pendidikan sejarah lebih sulit daripada mahasiswa teknik sipil?” Yasa tidak tahu saat itu Bayu sedang meledeknya atau ia memang serius bertanya, Yasa menjawab, “Iya.” Kakak bertanya – tanya setiap kali pulang ke Bandung, mengapa adiknya belum juga lulus kuliah. Ayah selalu berpesan agar Yasa sabar dan banyak berdoa untuk disegerakan lulus oleh Allah. Sedangkan Ibu selalu berpesan, setelah Yasa lulus kuliah---kapan pun itu--- ia jangan menjadi guru.
“Jadi apa aja Sa, asalkan jangan jadi guru. Boleh kerja di pabrik, di bank, atau di tempat apapun yang jelas gajinya.” Kata Ibu ketus.
Yasa sering merenungkan nasibnya. Setiap kali ia bertanya pada dirinya sendiri, “Mengapa semua ini terjadi padaku?” Gambar Ibu yang kecewa dan suara Saphira yang menangis seperti anak kecil langsung muncul di dalam pikirannya.
Sudah lebih dari satu tahun, Yasa tidak pernah berkomunikasi dengan Saphira. Ia sebenarnya masih ingin tahu, di mana Saphira bekerja sekarang, apakah Saphira sudah punya calon suami baru, dan apakah ia masih sakit hati dengan yang sudah Yasa lakukan.
Malam itu, Yasa melihat foto - foto di akun Instagram Saphira. Kini tidak ada lagi foto manusia di Instagram Saphira, yang ada hanyalah foto langit di pagi hari, jalan yang sepi, jembatan yang sepi, dan taman yang sepi. Semua caption-nya sedih, tentang ingin menyendiri, ingin dimaafkan, kecewa pada manusia yang selalu ingat satu kesalahan dan sering melupakan seribu kebaikan, ada juga kutipan dari Pidi Baiq, tentang Bandung yang bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamanya ketika sunyi. Foto – foto di akun Instagram Saphira itu mengantarkan Yasa pada suatu percakapan singkat yang terjadi di masa lalu, antara Yasa dan Saphira, mengenai foto bersama.
Percakapan yang singkat itu terjadi di Taman Lansia, hari Minggu, pada saat orang - orang sedang menikmati sinar matahari yang hangat di taman. Yasa ingat saat itu, ada seorang bapak – bapak bertopi kuning membawa luwak yang lucu, Yasa lalu mengajak Saphira untuk berfoto bersama luwak. Tapi, Saphira menolak ide itu.
“Aku tidak mau difoto sama kamu. Nanti saja, kalau sudah menikah.” Kata Saphira.
Saat itu Yasa pikir, Saphira sedang bercanda. Tapi ternyata ia serius, tidak pernah sekalipun mereka difoto berdua selama pacaran. Mengingat semua itu, perasaan marah dan sedih segera mengunjungi hati Yasa. Malam itu Marah dan Sedih bertarung di dalam hati Yasa, Sedih yang lebih besar dan kuat dari Marah, berhasil menguasai hati Yasa.
[21.37] Yasa : Assalamualaikum, Saphira? Kamu ada di sana?
[23.47] Saphira : Walaikumussalam Yasa. Iya, ada apa?
[23.49] Yasa : Aku minta maaf Saphira, sudah berlaku kasar kepada kamu. Waktu itu aku marah sekali.
[00.37] Saphira : Yasa, apakah kamu masih marah?
[03.15] Yasa : Tidak. Maafkan aku ya.
Yasa menunggu jawaban dari Saphira selama dua hari, tapi perempuan itu tidak pernah menjawab. Yasa merasa Saphira belum memaafkannya.
“Biarlah, yang penting aku sudah meminta maaf.”
*
Saat liburan sekolah, keluarga Yasa (minus Kakak) menginap di rumah Uwak Perempuan yang ada di Cibiru. Rumahnya dekat sawah, udara di sana sangat sejuk, tetangganya petani semua, Uwak perempuan juga punya kolam ikan. Setiap liburan sekolah, keluarga Yasa pasti berkunjung ke sana.
Selesai membeli daging ayam, bahan – bahan untuk membuat sayur kacang dan baju daster di pasar, Ibu tiba – tiba ingin membonceng Bayu, padahal biasanya Ibu selalu ingin dibonceng. Pagi itu Ibu menabrakan motor Yasa ke tembok rumah seorang Ibu Hajah yang baik, Ibu Hajah yang jago mengebut dengan mobil Honda Civic-nya itu langsung mengantarkan Ibu yang mengalami pendarahan di dalam kepalanya ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cibiru. Selain mengalami pendarahan di dalam kepala, ternyata tulang bahu Ibu juga retak.
Untungnya Bayu yang dibonceng bisa menyelamatkan diri dengan meloncat dari motor. Ia sangat bingung dengan yang terjadi pada Ibu saat itu.
“Ibu bilang, ia belok tiba – tiba karena ada seorang lelaki mirip John Lennon yang tiba – tiba muncul di tengah jalan.” Kata Bayu dengan wajah yang bingung. “Padahal jalan itu kosong A, aku melihatnya sendiri, di sana tidak ada siapa – siapa.”
“Aku tidak percaya alasan seperti itu! Yang jelas kamu bodoh sekali! Membiarkan Ibu menabrak tembok seperti itu!” Kakak marah – marah di telepon saat pertama kali mengetahui kecelakaan yang menimpa Ibu.
Saat melihat darah yang banyak keluar dari telinga Ibu, Ayah menangis tersedu – sedu, ia terlihat sangat ketakutan kehilangan Ibu. Untungnya Ibu adalah perempuan yang kuat, setelah tiga hari di rumah sakit dan minum banyak air yang telah didoakan oleh Ustadzah Elin, Ibu ingin pulang ke rumah karena merasa sudah cukup sehat. Dokter bilang, Ibu boleh pulang karena cedera di dalam kepalanya tidak terlalu parah, tapi Ibu tidak boleh beraktivitas seperti biasa dulu, Ibu harus banyak istirahat agar cedera di bahunya lekas sembuh.
Yasa memutuskan untuk mengambil alih semua pekerjaan Ibu di rumah. Ia menemani Ibu di rumah, membantu Ibu membersihkan diri, memakai baju, dan belajar memasak sampai masakan yang dimasak oleh Yasa rasanya sama seperti masakan yang dimasak oleh Ibu. Selama masa istirahat, Ibu banyak mengingat dosa, berdoa dan membaca Al – Quran.
Setiap orang yang menjenguk Ibu, selalu mendapatkan cerita yang sama yaitu kecelakaan yang menimpa Ibu terjadi karena ia menghindari seorang lelaki mirip John Lennon yang tiba – tiba berada di tengah jalan. Cerita yang sering Ibu ulang – ulang itu mengingatkan Yasa pada Dodo.
Suatu malam Yasa bermimpi bertemu Dodo yang berwajah putus asa dan terlihat sangat kelelahan. Ia meminta Yasa untuk mengembalikan barangnya. Ketika terbangun dari mimpi, Yasa segera mengingat – ingat barang apa yang pernah ia pinjam dari Dodo dan belum ia kembalikan. Tapi, Yasa merasa ia tidak pernah meminjam barang apapun kepada Dodo.
“Jika kamu bermimpi bertemu dengan orang yang sudah meninggal dan orang itu memberikan kamu informasi, pasti informasi itu benar Sa. Orang yang sudah meninggal, tidak bisa berbohong.” Kata Ayah.
“Tapi aku tidak pernah meminjam barang apapun ke Dodo, Ayah.” Yasa berbicara sambil menggaruk – garuk kepalanya dengan gelisah.
“Dodo yang sudah meninggal itu tidak mungkin berbohong Sa, coba kamu ingat – ingat lagi.”
[20.11] Yasa : Mod? Kamu sudah sehat? Masih sering bertemu Dodo di alam mimpi?
[20.17] Modo : Masih sering muntah Sa, kalau liat makanan, sama sering pusing. Iya, sering, setiap minggu mimpi bertemu Dodo. Aneh – Aneh mimpinya, kadang serem, kadang tidak jelas.
[20.21] Yasa : Mod, aku bermimpi ketemu Dodo juga. Dodo minta aku mengembalikan barangnya. Tapi aku tidak ingat pernah meminjam barang ke Dodo. Kamu ingat tidak aku pernah meminjam barang apa ke Dodo?
[20.23] Modo : Barang apa Sa?
[20.25] Yasa : Aku juga tidak tahu. Makanya aku bertanya, mungkin kamu ingat sesuatu.