Yasa bercerita dengan semangat mengenai rencana pernikahannya dengan Zahra kepada Kakak. Tapi Kakak hanya mendengarkan dengan wajah yang datar. Saat Yasa meminta izin menikah duluan untuk kedua kalinya, Kakak terlihat kesal.
“Terserah kau saja.”
“Kakak mau hadiah apa?”
“Aku tidak ingin apa – apa.” Kakak menatap Yasa seperti menatap orang yang telah ia benci sejak kelas sebelas SMA. “Sudah? Aku tinggal datang saja ke resepsi pernikahanmu kan?”
“Iya.”
“Ya, sudah.”
Seminggu sebelum Yasa wisuda dan menerima kotak kecil berwarna merah, Kakak keluar dari pekerjaannya sebagai pengawas bangunan di Bogor, ia sekarang bekerja di Bandung sebagai pengawas bangunan di sebuah perumahan mewah bernama Dayang Sumbi Hills. Sejak pindah tempat kerja, Kakak jadi sering marah – marah. Ia marah saat diminta Ibu untuk bangun di waktu shubuh, ia marah saat Ayah mengingatkannya untuk salat, ia marah saat Yasa membelikannya seblak yang memakai ceker ayam, “kau pikir aku anjing! Anjing!” kata Kakak dengan mata yang melotot.
Ayah menyangka Kakak marah – marah karena masalah di tempat kerjanya atau karena gajinya tidak sesuai ekspektasi. Yasa menduga, Kakak marah – marah karena adiknya akan menikah duluan. Tapi, yang mengetahui alasan sebenarnya dibalik perubahan yang terjadi pada Kakak adalah Ibu.
“Sa, Kakak mu itu tidak marah karena kamu akan menikah duluan. Ia marah karena Dara sudah menikah.”
Selama ini, walaupun Kakak telah putus dengan Dara, ia masih sering chatting dan mengobrol dengan perempuan itu. Dara seperti kompas kehidupan Kakak, sebelum Kakak mengambil keputusan, ia pasti akan bertanya dulu pada Dara, saran dari Dara adalah jalan keluar bagi permasalahan Kakak, permintaan Dara adalah tujuan hidup Kakak. Setelah Dara menikah, Kakak patah hati. Seperti kebanyakan orang yang patah hati, ia akan mengalami tiga fase sebelum hidup normal kembali, yaitu : fase kemarahan, fase kesedihan dan fase kebangkitan.
Korban dari fase kemarahan Kakak adalah Bayu. Si bungsu telah menjadi “sahabat baru” Kakak untuk menemaninya marah – marah di Warnet Gege Wepe setelah ia pulang kerja. Pada awalnya Bayu senang, ia bisa main game online setiap hari. Tapi setelah satu bulan Bayu sering pulang ke rumah pada jam dua malam, kurang tidur, sering dibentak - bentak oleh Kakak saat bermain PUBG karena memilih tempat mendarat yang buruk, lambat di dalam mengambil senjata, kalah di dalam duel tangan kosong, tertembak, terkepung, atau terkena ledakan granat, semua itu telah merubah Bayu yang ceria menjadi Bayu yang berambut kriting acak – acakan, dengan mata yang selalu terlihat lelah, wajah penuh frustrasi, dan selalu memakai hoodie coklat yang bau rokok.
Ibu sudah menyerah untuk menasehati Kakak, karena setiap kali dinasehati ia akan membantah dan berteriak – teriak, Ibu merasa malu kepada para tetangga saat Kakak berteriak. Ibu juga tidak bisa melarang Bayu untuk ikut dengan Kakak, anak itu biasanya akan mengamuk saat dilarang bermain. Ibu hanya bisa berdoa, berharap Allah segera memberikan hidayah kepada kedua anaknya agar mereka bertobat.
“Adi, Bayu ini masih sekolah, kasihanilah adikmu, lihat dia jadi kurang tidur!” Ayah terlihat seperti akan menangis.
“Aku hanya mengajak Bayu bersenang – senang Yah, lagipula kau kan mau ikut ya Bay?”
Bayu mengangguk dengan pelan. Walaupun setiap hari kelelahan dan kesal karena sering dimarahi Kakak, tapi ia tidak pernah menolak saat diajak main game oleh Kakak, Bayu sekarang sudah ketagihan bermain game online.
“Dan berhentilah pergi ke Bar! Jauhi tempat yang buruk itu!” Bentak Ayah.
“Ayah dulu pergi ke Bar lebih sering dariku! Aku sudah tahu dari Uwak Katwang, Ayah dulu lebih gila dariku!” Kakak balas membentak.
Mata Ayah terbelalak, ia seperti berhadapan dengan malaikat yang sedang membacakan buku catatan dosa – dosanya di masa lalu. Kakak tidak berbicara lagi, ia mengajak Bayu untuk segera keluar dari rumah, “assalamualaikum,” salam Kakak tidak dijawab oleh Ayah malam itu.
*
Setelah bekerja di Bandung, setiap akhir pekan Kakak mengajak Bayu untuk nongkrong bersama teman – temannya di Bar BrangBrengBrong sebelum bermain PUBG di Warnet Gege Wepe dari tengah malam sampai pagi. Bayu tidak diperbolehkan untuk minum bir oleh Kakak, ia hanya boleh ikut mengobrol dengan teman – teman Kakak dan minum pepsi.
“Nanti kalau kau sudah bekerja, baru kau boleh minum.” Kakak kemudian memberikan tatapan tajam pada Bayu, “kalau ada orang yang menawarimu narkoba di Bar, bilang kepadaku, akan kupukuli orang itu.”
Tempat favorit Kakak dan teman – temannya adalah di meja panjang yang paling dekat dengan pintu masuk, meja itu bergambar Uma Thurman yang sedang merokok di kasur. Semua meja di Bar BrangBrengBrong tidak ada yang berukuran sama, dan semuanya dihias dengan poster – poster film dari tahun 1990an, seperti Forrest Gump, Jurrasic Park, Braveheart, Fargo, dan Saving Private Ryan, entah maksudnya apa menempel poster – poster itu di atas meja, kata Kakak, Si Coy pemilik Bar BrangBrengBrong mendesain Bar itu saat sedang mabok. Bar BrangBrengBrong yang warna – warni itu sepi seperti kuburan pada hari kerja, dan penuh sesak saat akhir pekan.Sebagian besar teman – teman Kakak adalah orang – orang yang ramah dan asik untuk diajak bicara, ada Farri teman kerja Kakak yang mengenalkannya pada Bar BrangBrengBrong, Izo Si Rapper botak yang suka menonton Dragon Ball, Fiersha yang ketagihan main DotA, dan Si Rambut Kuning, orang itu artis FTV, biasanya dapat peran sebagai lelaki yang suka selingkuh dan mengkhianati pemeran utama. Bayu membenci Si Rambut Kuning karena selalu berbicara kepada Bayu dengan nada yang menghina. Memori mengenai pertemuan pertama dengan Si Rambut Kuning sering sekali terlintas di dalam kepala Bayu, setiap kali teringat dengan kejadian itu, Bayu ingin sekali melempar gelas bir ke muka Si Rambut Kuning.
“Nanaonan budak leutik di bawa kadieu (mengapa anak kecil dibawa ke sini) Di?” Tanya Si Rambut Kuning sambil tersenyum sinis saat melihat Bayu.
“Kuma aing we (terserah aku dong)! Ini adik urang yang paling kecil, mau main PUBG di warnet sama urang nanti jam 12an.”
“Maneh dek nginum naon (Kamu mau minum bir apa)?” Tanya Si Rambut Kuning pada Bayu.
“Moal nginum A (Saya tidak akan minum bir Kak).”
“Maneh teu nginum (kamu tidak minum bir)? Nanaonan datang ka Bar (kenapa datang ke Bar)? Belegug anjing (bodoh)!” Si Rambut Kuning kemudian tertawa sendirian, ia baru berhenti ketika Kakak memberikan tatapan tajam padanya.
Si Rambut Kuning selalu meledek Bayu yang setiap kali datang ke Bar hanya minum pepsi. Ketika Bayu ikut mengobrol dengan teman – teman Kakak dan menceritakan hal – hal yang ia sukai, Si Rambut Kuning selalu menjelek – jelekan segala hal yang Bayu sukai. Bayu suka film – film dari Quentin Tarantino dan Christopher Nolan, Si Rambut Kuning mengatakan bahwa Kill Bill adalah film yang membosankan dan Interstellar memiliki plot yang konyol. Bayu mengaku ia adalah penggemar The Beatles, Si Rambut Kuning bilang The Beatles itu kuno. Bayu senang memakai hoodie coklat, Si Rambut Kuning menghina Bayu, ia bilang Bayu mirip gembel saat memakai jaket itu.
Bayu ingin sekali membalas semua penghinaan yang telah dilakukan oleh Si Rambut Kuning terhadap dirinya. Kesempatan untuk membalas dendam itu terbuka lebar bagi Bayu saat ia sedang buang air besar di salah satu kloset duduk dengan cara berjongkok di atas kloset duduk (kebiasaan ini biasanya dimiliki oleh orang – orang yang tidak bisa buang air besar jika tidak berjongkok). Bayu yang tidak disadari keberadaannya di salah satu kamar toilet, menguping Si Rambut Kuning berdebat dengan seseorang mengenai harga happy five yang ia jual. Bayu pernah mendengar tentang happy five di televisi, itu adalah narkoba yang membuat beberapa artis FTV mendekam di penjara.
Bayu melakukan semuanya perlahan – lahan, hampir tanpa suara, ketika ia membuka pintu kamar toilet, dan langsung bertatapan dengan Si Rambut Kuning yang baru selesai buang air kecil di urinoar. Bayu tersenyum senang, Si Rambut Kuning panik.
“Bejakeun siah ka lanceuk aing (Akan aku beri tahu kakakku)!”
*
Truk itu berisi orang – orang dari POLDA, BNN, dan POLSEK. Seluruhnya berjumlah sepuluh orang ditambah seorang supir. Orang – orang itu akan menangkap pengedar narkoba yang sedang nongkrong di Bar BrangBrengBrong. Penyergapan malam itu dipimpin oleh Iptu Laksamana Samudra yang memberikan kode nama Kecebong Satu sampai Kecebong Sembilan bagi sembilan personil yang dipimpinnya. Bripda Toni sebagai salah satu personil dari POLSEK yang terlibat malam itu merasa terhina dengan kode nama yang diberikan kepadanya, yaitu Kecebong Lima.
“Mengapa Iptu Laksamana Samudra tidak menggunakan nama binatang air yang lain? Yang lebih keren, seperti gurita, belut listrik atau megalodon?” Gerutu Bripda Toni di dalam hati, kemudian ia mencoba menjawab sendiri pertanyaan itu. “Mungkin kecebong adalah makhluk air paling keren bagi Iptu Laksamana Samudra.”
Setelah truk berhenti, Iptu Laksamana Samudra yang menenteng assault riffle segera memimpin para personil untuk pergi ke posnya masing – masing. Iptu Laksamana Samudra bersama Kecebong Satu sampai Kecebong Lima bersiap menyergap dari pintu depan, dan Kecebong Enam sampai Kecebong Sembilan akan berjaga di pintu belakang.
Setelah semuanya sudah siap siaga di posnya masing – masing. Iptu Laksamana Samudra melaporkan keadaan kepada AKBP Sidiq lewat walkie-talkie.
“Semua kecebong telah siap di posnya masing – masing, ganti.” Kata Iptu Laksamana Samudra.
“Tetap di posisi, Informan belum memberikan tanda, ganti.”
“8-6”
Untuk beberapa menit, orang – orang yang disebut kecebong itu hanya terdiam sambil ditemani nyanyian nyamuk – nyamuk yang haus darah. Setelah Bripda Toni membantai lima nyamuk, walkie-talkie Iptu Laksamana Samudra kembali berbunyi.
“Anak Kijang telah melakukan transaksi dengan Informan, segera lakukan penyergapan.”
“8-6”