Kakak

Kemas Nursyamsu Iskandar
Chapter #46

Bar Udak

Mertua Yasa, Haji Amru dan Hajah Sri, meminta Yasa dan Zahra untuk tinggal di Desa Hejo, di rumah yang telah disediakan oleh Haji Amru untuk puterinya ketika ia sudah berumah tangga. Rumah dua tingkat itu dicat hijau, berada di dekat sawah dan sungai. Semua tetangga memanggil Haji Amru dengan sebutan Juragan, serta  menghormati Yasa dan Zahra seperti puteri dan pangeran. Haji Amru dan Hajah Sri isterinya adalah pedagang kain yang sangat dihormati di Desa Hejo, mereka mempunyai 7 toko kain, banyak pegawai toko yang tinggal di desa itu.

Yasa dan Zahra, keduanya bekerja sebagai guru honorer di SMA, jika gaji keduanya digabungkan, akan menghasilkan sejumlah uang yang masih lebih kecil daripada gaji bulanan buruh yang bekerja di pabrik tekstil. Tapi mereka berdua tidak mempermasalahkan gaji yang kecil itu, karena setelah Zahra menikah, Haji Amru memberikan satu toko kain kepada Zahra. Keuntungan yang didapatkan oleh Toko Kain Zahra Syantik (diberi nama seperti itu oleh Hajah Sri) adalah pendapatan utama keluarga Yasa, sedangkan uang yang didapatkan dari mengajar di SMA hanyalah uang hiburan saja, biasanya uang itu langsung habis setelah dipakai untuk jalan – jalan ke Lembang dan Paris Van Java.

Beberapa teman Yasa sesama guru honorer di SMA juga mengalami hal yang serupa dengan Yasa. Contohnya Pak Dudung guru sosiologi yang wajahnya mirip aktor laga Barry Prima, mengaku gajinya langsung habis dalam waktu sehari setelah ia berbelanja di Pasar Baru bersama isterinya, tapi ia tidak sedih dan khawatir dengan hal itu, karena mertuanya punya tiga pom bensin. Pak Irfal guru ekonomi yang terlalu sering merokok, mengaku gajinya hanya cukup untuk membeli rokok saja, ia tenang – tenang saja dengan hal itu karena isterinya adalah anak dari pemilik show room mobil. Pak Firdaus guru bahasa Sunda yang selalu ceria, mertuanya juragan kontrakan. Pak Ismed guru geografi yang sering memberi hadiah pada siswa – siswa yang berprestasi, mertuanya peternak ayam dan pemilik restoran soto bandung yang sukses. Ternyata dibalik sosok guru honorer yang bahagia, ada mertua yang kaya raya dan baik hatinya.

*

Kakak sudah satu bulan mengikuti inisiasi, dan ia belum pulang. Kata Pak Firman, inisiasi yang dijalani oleh setiap orang yang ingin menjadi anggota Persaudaraan Harimau Putih itu berbeda – beda.

“Ada yang satu bulan selesai, ada yang empat bulan selesai, ada juga yang tujuh atau sembilan bulan baru selesai.” Pak Firman kemudian berbisik kepada Ayah, “Ada juga yang mati dan tidak pernah kembali. Mereka biasanya orang – orang yang tidak memiliki hati yang suci.”

Ayah dan Ibu tidak bisa menahan Kakak ketika ia memutuskan untuk mengikuti inisiasi. Kakak begitu yakin dengan keputusannya.

“Adi, jangan jadi seperti Kakek.” Kata Ayah.

“Aku tidak akan seperti Kakek. Aku janji.” Kakak menjawab dengan mantap.

“Adi, jangan lupa bangun shubuh, salat, dan kalau tidak kuat lebih baik pulang.”

Ibu tidak tahu apa – apa tentang inisiasi, ia pikir Kakak akan pergi ke semacam akademi militer dan mengikuti pelatihan yang keras. Ayah juga tidak tahu apa – apa tentang inisiasi. Pak Firman hanya memberikan sedikit informasi tentang inisiasi, “saya hanya mengantar Adi sampai gerbang.” Ibu dan Ayah tidak pernah tahu di mana gerbang itu dan apa yang akan dilakukan Kakak setelah melewatinya.

Kakak belum juga pulang setelah empat bulan mengikuti inisiasi. Ibu sering menangis karena merindukan Kakak, tapi ia selalu yakin bahwa Kakak masih hidup karena suara hati Ibu mengatakan Kakak belum mati. Untuk menghibur Ibu yang sering bersedih, Ayah sering mengajak Ibu ke rumah Yasa dan Zahra untuk makan lotek bersama, bercanda dengan anak dan menantunya, serta menghirup udara yang bersih dan segar di daerah pedesaan.

“Apakah benar, Ayah dulu dipanggil Jakob Si Pembacok?” Tanya Yasa.

Lihat selengkapnya