"Terima kasih telah bersamai bersama, semoga senantiasa seperti ini akhirnya."
🌵🌵🌵
Dikta terlihat tengah berjibaku dengan tugasnya yang menggunung. Wajahnya terlihat frustasi, sekaligus menahan sesuatu.
"Ah sialan." Pekik lelaki bersurai hitam pekat beralis tebal tersebut sembari mengacak kesal rambutnya dan melempar bolpen yang sedari tadi berada digenggamannya.
Sementara Arta yang berada tak jauh darinya sedikit menatap dengan wajah tanpa berdosa, namun tak bereaksi apapun. Kemudian menatap layar laptopnya kembali, tak sedikitpun menghiraukan lelaki yang tampak menahan amarah tersebut.
"Hufffttttt...." Dikta mendengus kesal.
Bagaimana tidak kesal, dirinya sedang berkutat dengan soal fisika hingga otaknya hampir berasap sementara Arta tengah bersuka ria streaming MV 7 bujang kesayangan itu.
Entah sudah keberapa kali lagu itu diputar oleh Arta. Ingin sekali rasanya Dikta membunuh manusia aneh dihadapannya ini.
"YA TUHAAAAAAAN TOLONG SADARKAN MANUSIA YANG OTAKNYA HARUS DIRESTAST ULANG INI, AKU SUDAH TAK SANGGUP." Dikta tampaknya sudah benar-benar sudah habis kesabaran. Ia berteriak sekuat tenaga tepat ditelinga Arta yang sedari tadi tak menghiraukan perjuangannya.
Arta yang tengah asik bernyanyi pun hampir terpenal dari duduknya.
"YA! PABOYAAAAAAA!!! TELINGA GUE SAKIT ANJIRRRRRR." Protesnya tanpa mengecilkan sedikitpun suara keras dari laptop dihadapannya.
"Matiin gak tu laptop!!!" Ancam Dikta dengan mata tajamnya.
"Gak!!!" Elak Arta dengan mata bulat, tak kalah seram dengan Dikta.
"Gue matiin sendiri." jemari Dikta dengan cepat memencet tools space.
"YAAAAAAAAAAAAAAA, Minggir tangan lu, ngapain dimaatiin segala." Protes Arta dengan suara ciri khasnya itu.
"Ta' lu mau PR nya cepet kelar gak sih? kecilin dikit kek."
" Aniyo," Wanita berkaos oversize hitam ini tetap pada pendiriannya.
"Arta, Pliss." Dikta memohon dengan telapak kanannya disatukan, berharap Arta mau mengecilkan sedikit saja volume music yang Arta play.
Alih-alih mengiyakan permohonan Dikta, Arta malah kembali memplay video YouTube yang sedari tadi di tontonnya tanpa sedikitpun menghiraukan Dikta.
Cause I-I-I'm in the stars tonight
So watch me bring the fire and set the night alight (hey)
Shining through the city with a little funk and soul
So I'ma light it up like dynamite, whoa oh oh...
Alunan merdu suara boyband asal Korea selatan itu menggema keseluruh penjuru kamar Arta yang luas. Lengkap dengan suara Arta yang cempreng ditambah tubuh Arta yang tak henti-hentinya mengikuti dance di MV tersebut yang semakin mengacaukan konsentrasi Dikta.
"Astga, kapan ini berakhir." Dikta menghembuskan nafas panjang namun akhirnya pasrah dan memilih untuk melanjutkan untuk mengejarkan tugas Fisika miliknya kembali. Ah tidak, benar-benar bukan hanya miliknya saja, melainkan juga milik Arta.
Iya. Karena kejadian ngebut tadi malem, Arta dengan akal pintarnya mengambil kesempatan dengan hal-hal tidak masuk akal. Ia mengatakan bahwa kejadian tadi malam telah mengancam keselamatan nyawanya.
Arta berdalih kalau itu adalah percobaan pembunuhan. Memang terdengar konyol dan diluar nalar tapi itulah Arta, dia memanfaatkan keadaan tersebut untuk menawarkan 2 pilihan pada Dikta.
Mengerjakan PR miliknya atau melaporkannya kepada mamanya Dikta? dengan terpaksa Dikta memilih pilihan yang pertama.
Sebenarnya Dikta bisa saja menolaknya, hanya saja Dikta tidak ada pilihan lain, selain mengiyakannya dari pada dia harus dilaporkan kepada mamanya, membuat nyali Dikta ciut seketika.
Baginya tidak masalah mengerjakan tugas fisika milik Arta dari pada harus mendengarkan omelan mamanya yang entah kenapa selalu berpihak pada Arta padahal anaknya adalah dia bukan perempuan tengil ini.
Semenjak keluarga Arta pindah disamping rumah Dikta, dan akhirnya mereka berdua selalu bersama-sama bak perangko.
Kini, mamanya Dikta mengangap Arta seperti anaknya sendiri bahkan sering kali dibeberapa waktu, mamanya mengesampingkan Dikta selaku anaknya sendiri dan lebih mendahulukan Arta.