Sudah tidak zaman melamar kerja menggunakan busana zebra. Jilbab hitam, kemeja putih, celana hitam serta pantofel hitam. Terlalu kaku. Modernisasi sudah merata berkat mudahnya mengakses internet. Model pakaian untuk melamar kerja. Hanya perlu mengetikan atau jika malas mengetik, bisa dengan mudah bilang Oke Geegle, pakaian untuk melamar kerja. Maka ribuan hasil pencarian akan muncul lengkap beserta gambar dan keterangannya.
Sudah lima belas menit ia sampai di depan kantor Multi Labindo. Berkali-kali ia merapikan setelan kemeja biru langit dengan paduan jilbab yang senada serta rok navy. Ia sudah belajar semalaman tentang perusahaan yang akan ia datangi. Dan dengan percaya diri dia merasa seperti seorang influencer yang berfokus pada bidang motifasi anak muda dalam dunia kerja. Berulang kali dia menonton video influencer itu sambil mengikuti gaya bicaranya.
“Sip, aku yakin, aku akan diterima.” Dia mengepalkan tangan penuh keyakinan.
“Mbak Arafah …” seru Nita salah satu staf Divisi Pemasaran yang merangkap sebagai resepsionis. “Mari saya antar ke ruangan Pak Adin.”
Walaupun tadi ia sudah merasa mirip dengan influencer terkenal, sekarang gugupnya menyergap. Membuat langkahnya sedikit berat dan jantung berdegup tak mau berkompromi.
“Selamat siang, Pak. Mbak Arafah sudah sampai.”
“Oh, iya, silahkan masuk."
Adin memperhatikan gadis di hadapannya, menyamakan wajahnya dengan foto yang ada dalam CV, yang baru Adin buka. Makin lamat ia menatapnya seakan sedang meyakinkan sesuatu.
“Maaf, Pak. Apa saya disini hanya untuk di tes penampilan?”
“Oh, Maaf. Saya merasa familiar dengan wajah kamu. Mungkin karena seharian ini saya banyak bertemu orang baru.”
Gadis itu terkekeh, namun kemudian merubah senyumnya menjadi lebih santun. Ia lupa sedang interview hari ini.
“Silahkan duduk.”
Sedari tadi Arafah memang ingin segera duduk untuk menutupi kegugupannya.
“Arafah Haruna Sari. Lulus setahun yang lalu, enam bulan bekerja di PT. Jaya Abadi Instrumen sebagai Accounting. Kenapa mengundurkan diri dari perusahaan sebelumnya?”
“Itu karena ada hal pribadi yang membuat kami harus pindah ke Bogor.”
“Begitu. Lalu apa hubungan kamu dengan Pak Azhar?”
Alis tebal Arafah mengerut nyaris bersatu saat mendengar nama Pak Azhar disebut. Namun ia tak bisa melakukan apa yang hatinya ingin lakukan sekarang. Ia membutuhkan pekerjaan ini.
“Kami mempertimbangkan kamu, karena Pak Azhar bilang kamu orang yang cerdas dan mau bekerja keras. Saya harap kamu tidak menyia-nyiakan kepercayaan kami. Jadi, besok kamu bisa datang lagi.”
“Apa saya bergabung dengan perusahaan ini karena rekomendasi Pak Azhar?”
Adin hanya mengangguk ragu, mendengar nada pertanyaan Arafah yang terdengar meragukan kemampuan dirinya.
“Nilai akademis saya bisa dipertanggung jawabkan. Saya juga ikut kelas informatika setelah lulus untuk menunjang kemampuan saya dibidang managemen.”
"Iya, saya tidak meragukan kemampuan kamu hanya karena rekomendasi Pak Azhar. Saya juga punya penilaian tersendiri dari hasil tes tulis berbasis online sebelumnya. Jawaban yang kamu kirim cukup menarik buat saya. Kamu hanya perlu membuktikan bahwa kamu memang pantas bekerja di perusahaan ini.”
“Terima kasih, Pak. Saya pasti bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh.”
“Tentu, kamu bisa mulai bergabung besok. Pukul 07.30 jangan terlambat, kalau tidak mau menangis di hari pertama kamu bekerja. Direktur perusahaan kita cukup tegas orangnya.” Wajah Adin lebih santai sekarang.