“Tapi umal mau telfon ayah sama kak Asma dulu, kan bunda udah janji ama Umal.” Rengeknya. Bu maryam jongkok didepan jagoan kecilnya, rasanya untuk menelan ludah saja tenggorokan nya kelu apa lagi harus memberi pengerian padanya. Dengan suara yang gemetar ia memaksa berbicara.
“ sayang....dengar bunda ya, nanti....emmm,sekarang umar beli es krim dulu, nanti kita telfon ayah, sekarang kan kak Asma...kak Asma lagi lomba.” Dengan kata yang tak beraturan ,suara yang gemetar dan air mata yang meleleh akhirnya Bu maryam mampu menyelesaikan kalimatnya. Dan akhirnya anak kecil itu mengangguk membuatnya bernafas lega.
Sekarang, langkahnya akan membawa pada kebenaran. Kebenaran yang akan mengubah hidupnya, kebahagiaannya dan takdirnya. Rasanya menyesakan, menusuk hingga ketulang. Tak pernah sekali pun ia berfikir Tuhan akan mengujinya dengan musibah ini, namun sekali lagi, ia harus kuat demi malaikat kecil nya karena saat ini hanya ia tempat mereka bergantung. Ya, hanya dia.
***************
Langit tampak berduka hari ini, mengiringi isak tangis dan suara orang –orang yang sedang membaca yasin. Rumah kecil itu tampak padat, tenda hijau sudah berdiri tegak.
Sesosok tubuh yang biasa terlihat gagah kini terbujur kaku tak berdaya, wajah yang biasa dipenuhi senyuman kini hanya terbungkam.
“ayah, bangun, dilumah banyak olang.” Anak kecil itu menggoncang tubuh sang ayah yang sedari tadi tak bergerak. Sementara air mata tak terbendung lagi dari wajah sang bunda.
“Bunda, ayah kok tidul disini?.” Tanya nya polos pada sang bunda. Tetangga yang menyaksikan keluguan bocah polos itu tak kuasa menahan tangis.
“Bunda, ayah gak mau bangun, umal capek bangunin nya.” Mata itu memandang bergantian pada ayah dan ibu nya yang kini seolah tak berjiwa.
“Umar kekamar sama bude ya.” Bujuk bu Lilik, dan tanpa penolakan anak kecil itu mengangguk.
“Bunda kenapa nangis bude?.” Tanya nya yang kini berada dalam gendongan bu Lilik
“ emm, bunda lagi sedih umar.” Jawabnya dengan suara bergetar
“kenapa bunda sedih?, umal kan gak nakal bude, ayah juga gak bangun bangun, telus kak Asma mana?.” Bocah kecil itu terus berceloteh tanpa tau keadaan sesungguhnya. Dan ketika sampai dikamar bu Lilik segera mendudukan anak malang itu di atas tempat tidur yang mulai reot. Bu Lilik memandang wajah yang kini menatapnya bingung, sebelum menjelaskan apa yang terjadi bu Lilik berulang kali menarik nafas.
“Umar....ayah Umar sekarang udah sama Allah sayang.” Ucapnya lirih dengan air mata yang berlinang