Malam semakin larut ketika Asma terjaga dari tidur nya, tenggorokan nya terasa kering namun perasaan kasihan muncul ketika melihat wajah lelah sang bude kini terlelap dengan begitu nyenyaknya. Tak tega rasa nya membangunkan hanya untuk meminta segelas air untuk dirinya.
Dengan kekuatan yang coba ia kumpulkan akhirnya Asma mampu duduk dari tempat baringnya, dijulurkan tangannya untuk meraih segelas air yang bertengger diatas meja kecil yang berada tak jauh dari tempat nya berada kini, namun tetap saja tangan nya tak juga sampai untuk menjangkau gelas itu. Harus turun,Batinnya. Namun ketika selimut yang selama ini menutupi separuh tubuh nya terbuka, hal yang membuatnya seperti tersengat listrik dengan tegangan tinggi itu membuatnya benar-benar terkejut.
“Aaaaaaa!!!.” Teriaknya histeris membuat Bu Lilik terbangun dari tidur lelapnya.
“Kenapa Asma?.” Tanya nya panik.
“ka...kaki ...kaki Asma mana bude?!.” Tanya nya tersengal
“kaki Asma mana!!, kemana kaki Asma satu lagi!!,kenapa gak ada!!.” Tanya nya dengan air mata yang berlinang.
“tenang ndok, tenang dulu.”
Asma menggeleng dengan kuat, takut,itu yang saat ini dirasakan nya
“ Asma gak mau cacat Bude!!, gak mau!!.” Teriak nya histeris
“ kalo Asma cacat, Asma.... Asma gak bisa lari lagi Bude!!.” Tangisan itu begitu memilukan memecah keheningan malam.
“gak apa nak, Asma masih tetap Asma yang hebat.”dipeluk nya tubuh ringkih itu.
“kalo kaki Asma gak di amputsi bisa fatal akibatnya, semua akan baik – baik saja percaya sama bude”
“ Apa yang baik-baik aja bude?, semua nya gak baik-baik aja, gak ada yang baik-baik aja!!”
“kenapa harus Asma?, kenapa?.”
“ASMA GAK MAU CACAT!!!, GAK MAU!!.” Teriaknya histeris, Asma meronta dalam pelukan sang bude yang kini semakin kewalahan menghadapi amukan Asma. Darah segar kini mengalir dari bekas operasi itu merubah waran perban menjadi merah pekat.
“ Ya Allah nyebut Asma.” Bu Lilik mulai panik. Dilepas pelukan nya dari Asma dan bergegas keluar meminta bantuan, dia takut melihat keadaan Asma saat ini. Sementara Asma masih saja histeris, mengingat nasib nya kini.
Tak lama Bu Lilik datang bersama dokter dan seorang perawat.
“ Tolong ponakan saya dok.”
“ibu tenang ya, kita harus buat Asma tenang dulu agar bekas operasinya tidak lagi mengeluarkan darah.”
“ Asma gak mau cacat!!, tolong Asma dokter!.”
“iya, Asma tenang dulu ya, sus tolong obat penenang nya.” Ucap sang dokter. Segera setelah disuntik obat penenang kesadaran Asma kian menghilang, tubuhnya terlihat tenang meski racauan terus keluar dari mulut mungilnya. Suster yang mendampingi sang dokter pun sibuk mengganti perban yang sudah berubah warna itu.
“bagaimana keadaannya dok?.” Tanya bu Lilik yang masih cemas.