KAKTUS

L.Biru
Chapter #7

MALAIKAT KECIL#7

 Lorong tempat Asma dirawat tampak sepi, hanya beberapa perawat dan dokter yang sibuk berlalu lalang, tak ada yang menyadari ketika Umar keluar dari ruangan tempat Asma terbaring kini, air mata tak henti membasahi wajah polos itu, dipeluk nya dengan erat celengan ayam kesayangan nya, setiap hari ia selalu meminta uang untuk memberi makan celengan nya, kata nya celengan ayam itu harus diberi makan supaya gemuk dan nantinya akan dia tukar dengan sepeda. Anak kecil yang bijak itu terus berjalan tanpa arah, sesekali diusap nya ingus yang hendak keluar dengan lengan baju nya. Ketika dilihat nya dokter yang sering memeriksa kakak kesayangan nya itu sedang bercengkrama dengan dokter lain nya, Umar mendekati dokter itu.

“Pak doktel.” Panggil nya dengan suara parau. Namun dokter yang kini tengah memunggungi nya itu tak mendengar panggilan itu. ditarik nya pelan Jas putih yang melekat pada tubuh sang dokter, dan berhasil. Sang dokter terkejut melihat anak kecil itu berurai dengan air mata, disejajarkan tinggi badan nya dengan Umar.

“Adik kok nangis?.” Tanya dokter yang bernama Saiful itu

“Doktel mau bantu Umal gak?.” Tanya nya dengan suara yang semakin bergetar. Sang dokter mengangguk.

“Doktel, Umal boleh minta kaki balu buat kak Asma?.” Mendengar nama Asma disebut, sang dokter langsung mengingat salah satu pasien yang memang sedang dirawat nya.

“Kakak Umal mau lali doktel, kalo,kalo kak Asma gak punya kaki, kak Asma gak bisa lali lagi.” Ucapnya dengan sesunggukan, air mata nya tak berhenti mengalir.

“Kak Asma sedih kalo gak bisa lali, Umal gak mau liat kak Asma nangis telus.hiks....hiks...”

“Umal mau jual ayam umal, buat beli kaki balu untuk kak Asma, bial kak Asma bisa lali lagi.” Disodorkan nya celengan ayam yang sejak tadi dipeluk nya. Hal itu benar – benar menyentuh hati orang – orang yang ada disana, setitik air mata jatuh dari pelupuk mata dokter muda itu. dipeluk nya dengan erat bocah berusia empat tahun itu, sangat erat, seolah memberi kekuatan pada anak kecil itu.

“Umal gak mau bunda sama kak Asma sedih dok, nanti ayah juga sedih dilangit.”

“Dilangit?.” Tanya sang dokter seraya melepas pelukan nya. Umar mengangguk dengan air mata yang terus meleleh.

“Kata bunda, Ayah udah dilangit sama Allah,bunda juga bilang kalo umal halus jadi anak sholeh bial lumah ayah enggak gelap.” Kembali dipeluk nya anak kecil yang bijak itu,  malang nian nasib mu. Bisik nya dalam hati.

“Umar!.” Teriakan yang menggelegar itu berasal dari Bu Lilik yang berlari dengan wajah cemas nya.

“ Ya Allah Umar, bude sama bunda sampe ketakutan, Bude kira Umar hilang.” Ucap nya dengan nafas tersengal. Ketika dilihat wajah polos itu penuh dengan air mata dan ingus yang meleleh, kekhawatiran Bu Lilik semakin meningkat.

“Umar kenapa nangis, Umar jatuh?, coba bude liat mana yang luka.” Ucap nya hendak memeriksa tubuh Umar.

“Dia tidak jatuh bu.” Jawab dokter yang tadi menjadi teman diskusi dokter saiful.

“Terus kenapa Umar nangis dok?.” Tanya nya heran. Umar yang saat ini berada digendongan dokter saiful hanya diam.

“Tadi Umar mau tukar celengan nya dengan kaki palsu bu, kata nya dia tidak mau melihat kakak nya sedih terus.” Jawab dokter saiful

“Umal gak mau kaki palsu, Umal mau beli kaki asli buat kak Asma, kayak kaki Umal ini.” Tunjuk nya pada kaki mungil yang bergelantungan digendongan dokter saiful. Mata sembab bu Lilik kembali menitik kan air mata.

“Umar,kita balik ke tempat kak Asma ya,dok   ter pasti banyak kerjaan.” Umar melingkarkan dengan erat tangan nya ke leher dokter saiful, seolah enggan untuk dilepaskan.

“Umal gak mau, Umal mau beli kaki buat kak Asma dulu, bial kak Asma gak sedih lagi.” Ucap nya.

Lihat selengkapnya