Setiap pohon yang tumbuh pasti pernah goyah tertiup angin, namun akar yang kuat tertanam akan menopang pohon itu untuk tetap tegak berdiri.
......
Sudah 2 hari sejak Asma sadar dari koma nya, sejak mengetahui keadaan nya kini tak sama lagi seperti dulu, Asma terus berusaha untuk tegar, tidak lagi menyalahkan takdir atas apa yang menimpanya, dia memang hancur namun dia tau bukan hanya diri nya seorang tetapi ibu yang telah melahirkan nya pun lebih hancur,hancur melihat ketidak berdayaan putri nya, meski senyum tak lepas dari wajah sang bunda, namun mata indah itu mampu menjelaskan segalanya. Asma terlalu cepat untuk bangkit dari keterpurukan nya, entah karena dia memang hebat atau keadaan yang memang memaksanya. Tapi yang tidak pernah dia lupakan adalah cerita tentang kaktus yang ayah nya pernah sampai kan. Indah, tangguh dan sabar. “semua akan baik – baik saja.” Kata itu terus ia lafalkan dalam hati seolah menjadi mantra yang membuatnya kuat melewati segala nya.
“Bunda.” Panggil nya pada sang bunda yang baru saja selesai melipat mukena nya yang digunakan untuk shalat dhuha.
“Iya kak, kakak mau sarapan?.” Tanya sang bunda, hari ini giliran Bu lilik yang pulang untuk istirahat dan Umar saat ini sedang dibawa keliling oleh dokter saiful yang sejam lalu selesai memeriksa kondisi Asma.
“Kapan kakak boleh pulang?, kakak bosan disini.” Ucap Asma menyampaikan isi hati nya.
Bu maryam tersenyum dan mendekati putri nya. “ Nanti kalau kakak sudah benar-benar sebuh baru boleh pulang.”
“Kakak udah sembuh kok.” Jawab Asma mencoba meyakinkan
“Emm, gimana kalo kita ketaman.” Bu maryam mengalihkan pembicaraan.
“Emang disini ada taman?.” Tanya Asma heran dan sang bunda mengangguk.
“Tapi bunda mau izin dulu sama suster nya ya.” Asma mengangguk dan bu maryam pun segera keluar. Selepas kepergian bu Maryam, ruangan tampak sepi. Ada yang kurang semenjak dia kembali sadar. Tapi apa?. “Ayah.” Lirih nya ketika ingatan nya tertuju pada sang ayah. Ya, sejak ia sadar tak pernah ada yang menyinggung tentang keadaan sang ayah.
“Gimana keadaan ayah sekarang?, nanti tanya bunda aja deh.” Ucap nya kemudian pada diri nya sendiri. Ketika Asma tengah larut dalam pikiran nya tiba-tiba pintu terbuka.
“bund, eh kau siapa?.” Tanya Asma dengan nada tinggi ketika seorang pria dengan baju pasien yang sama dengan diri nya masuk dan menutup pintu dengan sangat hati-hati.
“ssttt.” Ucap pria itu seraya meletakkan jari telunjuk pada bibir tipis nya.
“Aduh haus banget gue.” Pria itu melihat sekeliling ruangan Asma dan berhenti tepat pada air mineral yang bertengger manis di atas meja.cengiran lebar keluar dari wajah pria itu.
“Eeeh, mau di apain minuman saya.” Teriak Asma menghentikan gerakan pria itu
“Mau di ajak dansa, ya mau diminum lah, pake nanya lagi.” Jawab nya cuek, tanpa menunggu persetujuan dari pemilik air itu sang pria dengan lahap menegak hingga tandas tak bersisa.
“Aahh, seger bener.” Ucap nya sambil mengelap air yang sedikit tumpah didagu nya. Asma memandang nya dengan kesal.
“Nama gue Fattan.” Pria itu mengulurkan tangan nya pada Asma berniat untuk berkenalan namun Asma hanya diam saja dan memperhatikan keadaan pria itu dari ujung kaki hingga ujung rambut, tidak ada bekas luka apapun tapi kenapa dia berpakaian sama seperti dirinya.
“Gue emang ganteng, gak usah terpesona gitu lah.” Ucap nya seraya menyentuh rambut jabrik nya dengan gaya yang menjijikkan bagi Asma.
“Idih, sadar diri dong, sok kecakepan banget, rambut kayak orang kesetrum gitu bangga.” Sentil Asma dengan judes.