Kala Bulan dan Fajar

el tsuki
Chapter #4

Bagian 2 : Persimpangan Pada Bumi Kita Berpisah (Sesi Bulan)

Kota X, 2004

Bulan : "Pertemuan dan perpisahan, bergandeng mengejek..."

Berasal dari kedekatan biasa mewujud dalam rasa misterius tak terjawab. Mengenai dirimu yang memiliki segalanya, dipuja semua orang, sangat berbeda dengan diriku. Aku tahu segala perbedaan itu. Namun bagai medan magnet, dirimu menarikku. Menari dalam pancaran cahayamu. Pancaran yang ku sadari tak hanya menarik diriku seorang.

Tap... tap... hari ini dua tahun setelah mengenalmu, aku tengah berkeliling kelas bersama Rania. Kami berjalan menyusuri taman kecil yang berada ditengah sekolah dan membagi dua sisi gedung sekolah menjadi sayap kanan dan kiri. Kami terus berjalan memasuki koridor sayap kiri gedung, menelusuri koridor dengan kelas yang berderet disampingnya. Sementara Rania berjalan beberapa langkah di depanku, bergegas menuju kelasnya, ruangan ke 3 dari ujung koridor dimana kami berada.

Rania sudah memasuki kelas itu, dan aku seharusnya melanjutkan langkahku menuju kelas di ujung koridor. Namun baru beberapa langah ku lalui, langkahku terhenti. Berdiri mematung dekat sebuah pilar di kiriku, bersebelahan dengan dinding ujung kelas Rania yang berdampingan dengan ruang kelas lain dengan pintu terbuka. Aku terdiam, beberapa gadis seusiaku berada dipilar depanku. Aku mengenal mereka namun bukan karena itu aku berhenti. Baik aku maupun mereka tak begitu akrab, hanya sesekali sapaan singkat jikalau melintas muncul diantara kami. Lalu mengapa aku berhenti? Lirih pelan mereka menghentak, menggangguku.

"Anak itu..., Fajar," salah seorang gadis di sana berujar lembut sembari tersenyum.

Hanya itu, tak begitu jelas arah perhincangan mereka. Namun hatiku berdetag ketika mendengar namamu disebut. Penasaran, aku beringsut mendekati pilar. Dengan hati-hati aku mencuri dengar pembicaraan mereka. Namun berikutnya hanya tawa kecil yang kudengar. Membuatku tak bisa memikirkan apapun. Setelah sepersekian detik ku gerakkan kakiku, niat pergi dari sana. Aku menoleh sesaat pada gadis-gadis itu, dari rona wajahnya jelas terlihat betapa gadis berkulit putih itu turut menyenangimu.

Aku berjalan pelan melewati mereka dengan rasa kacauku. Beribu hal tak ku pahami berkecamuk dibenakku. Bayangan sosokmu, senyummu... Aku kembali berhenti, sampai dihadapan kelasmu yang berada sebelum kelasku. Aku menoleh pada pintu yang terbuka, namun aku tak melihatmu. Entah kamu tak disana, atau berada di dalam sana pada sisi yang tak ku tangkap, entahlah. Dalam diam ku sadari bukan hanya aku yang dekat denganmu. Kamu begitu menarik sehingga tak ayal banyak yang senang berada di dekatmu, dan tak sedikit gadis-gadis diam-diam menaruh hati padamu. Aku tahu itu, bahkan meski belum mampu menyadari makna perasaanku, aku tetap tahu bahwa bukan aku seorang yang tertarik padamu. Namun berbeda rasanya ketika mendengarnya langsung apalagi dari gadis yang populer, cantik, pintar, dan baik hati seperti gadis itu, yang segala-galanya melebihi diriku.

"Kenapa harus dia?" aku bertanya-tanya dalam hati.

Suatu rasa mengetukku, menggedor dengan kebingungan. Mengapa rasanya berbeda, mengapa ada sakit yang terasa ketika aku mengetahui itu. Tersenyum menutupi perasaan aku berbalik dan pergi, meredakan gedoran gundah yang melanda.

Lihat selengkapnya