Bulan : "Rinduku menutupi sosokmu disana..."
Hujan yang turun kemaren, seakan menandakan masih adanya kegelapan hari ini. Bukan langit yang kembali menggelap, namun Mara yang masih saja diam hari ini. Dia duduk sembari sesekali membalik halaman buku dimejanya. Bersikap seakan-akan perhatiannya hanya tercurah pada buku itu, namun aku bisa melihat tatapan kosong yang sama seperti sebelumnya.
Aku duduk disampingnya, menatapnya yang tetap diam. "Ra...," aku memanggilnya.
Berharap dia akan menoleh dan berceloteh, apapun itu, seperti sebelumnya. Namun Mara tetap diam. Aku ingin membuka mulut, membuatnya beralih dan menoleh. Tapi dia berhenti membalik halaman buku itu, lalu menutupnya. Dia berdiri dan berjalan keluar. Tanpa meninggalkan sepatah kata padaku, hanya kebisuan yang membuatku terdiam.
Hanya sedikit terjeda, Vian muncul dari luar bersama dua orang gadis. Dia melangkah mendekat kemudian duduk dibelakangku, seperti biasa. Vian masih sibuk bercakap dengan dua gadis tadi, yang kemudian salah seorangnya duduk dibangku sisi kiri dan seorang lagi berdiri menyender pada bahu bangku. Aku tak mendengarkan percakapan mereka, aku justru terpaku pada pintu di ujung sana.
Aku melangkah keluar, mengira dapat menemukan Mara. Namun tepat saat kakiku sampai dipintu itu, pemuda itu... sang pujaan hati Mara kembali muncul. Kami tersentak kaget. Dia terdiam dihadapanku dengan wajah sedih. Namun dalam kesedihannya ada kebingungan yang terlihat jelas. Seakan mengetahui aku bertanya-tanya...
"Mara di dalam?" ujarnya.
"Dia tadi keluar," sahutku.
"Lan... Mara ngak lagi sakit kan?" ujarnya pelan.
"Ngak," sahutku yakin, karena Mara jarang sakit dan jika dia sedang sakit dia akan tetap cerewet bahkan mengomel, hal ini sama sekali tak tampak pada diri Mara hari ini. "Em... yang kemaren itu?" lanjutku.
Dia menggeleng, "Belum gue kasih. Kemaren Mara marah, trus pergi ngak ngomong apa-apa. Gue ngak ngerti kenapa."
Dia terlihat bingung, "Sebenernya udah berapa hari ini Mara diem terus, setiap gue tanya katanya ngak apa-apa. Gue khawatir dia kenapa-kenapa. Kemaren pas gue ajak dia pergi pun dia tetap diam," dia kemdian berhenti, terlihat terpukul. "Lo sama Vian kan temen deketnya, kalian mungkin lebih tau Mara kenapa?" sahutnya kemudian, berharap.
Aku tak mengerti mengapa Mara yang biasanya cerewet tiba-tiba berdiam diri. Tak hanya hari ini dia bersikap demikian padaku dan Vian, tapi kemaren? Pada orang yang dia sukai? Sungguh tak biasa...
"Maaf, tapi dia ngak ngomong apa-apa ke aku...," ujarku tak kalah bingung.
Aku dan pemuda itu terdiam, menerka-nerka dalam benak masing-masing, tak menyadari seperti sebelumnya didekat pilar yang bersebelahan dengan anak tangga Mara berdiri.
--