Bulan : "Ku pikir, ku lihat dirimu. Mungkinkah itu?"
Dari posisinya Vian mendengarkan dengan seksana. Matanya melebar seakan mengerti benang merah sesungguhnya penyebab kondisi aneh ini. Namun konsentrasi Vian tak berlangsung lama, seorang pelayan wanita keluar dari meja pemesanan, berjalan mendekat dan baru saja sampai di sekat dinding kaca yang membatasi bagian dalam ruangan dengan bagian luar ketika Vian yang bersembunyi disana melihatnya. "Eh mbak...," seru Vian membuat sang pelayan menoleh.
"Itu pesanan meja sana kan?" Vian menunjukkan meja yang kami gunakan lalu menoleh kembali pada pelayan tersebut.
"Biar saya yang bawa," Vian berseru kembali dan meraih nampan tersebut.
Si pelayan dengan bingung menyerahkan nampan berisi tiga gelas minuman tersebut pada Vian yang tersenyum-senyum, "Ngak pa-pa, biar saya bawa," Vian kembali berseru, memperhatikan pelayan itu hingga dia menghilang dimeja pemesanan. Vian meletakkan nampak tersebut pada meja dibelakangnya, lalu kembali bersandar dan mendengarkan percakapan kedua sahabatnya.
Sementara itu aku menghela nafas, sedangkan Mara masih juga diam, "Ra... kemaren dia nemuin aku. Dia tanya, 'Mara suka apa ya Lan? Gue mau kasih kejutan.'"
Vian yang tengah berkonsentrasi mendengarkan mendadak tersentak, matanya membulat seiring kilas hari kemaren muncul. Kemaren saat dia melangkah melalui jalur samping gedung fakultas seusai memarkirkan sepeda motor ungunya, saat kemudian dia berpapasan dengan pacar Mara yang kemudian mengajukan kata-kata yang sama seperti yang dia ajukan pada Bulan. Namun sebelum Vian menanggapinya dua gadis yang berada pada kelas yang sama dengan Vian mendadak muncul, membuat Vian teralih sementara sang lawan bicara yang bingung memilih pergi. "Oh pantes kemaren itu dia nanya-nanya ke gue," Vian yang mengintip dibalik dinding kaca berseru tiba-tiba, lalu menutup mulut menyadari ulah spontannya.
Namun seakan tak mendengar seruan pelan Vian, situasi serius masih berlanjut. Mara menatapku dengan mata berkaca-kaca. Aku menghela nafas, "Kamu tahu kenapa Ra? Karena dia sayang kamu. Dia pengen tahu hal-hal yang kamu suka. Tapi kalo dia tanya kamu, kamu ngak akan bilang kan? Karena itu dia nemuin aku Ra... dia pengen bikin kamu tersenyum," ujarku.
Mara kemudian menunduk namun tak lama kembali menoleh padaku. Dia hendah membuka mulut namun aku mendahuluinya... "Ra... aku tak berniat apapun pada kalian. Percayalah padanya."
Mara menghela nafas, mengenyahkan air matanya. Dia memejamkan matanya sesaat lalu tersenyum lega telah menerima dan mendapatkan jawaban dari pertanyaannya selama ini. Aku tersenyum mengikuti senyumnya yang kemudian berbuah tawa, melepas sesak dihati. Sementara Vian tersenyum dibalik persembunyiannya, merasa waktunya telah tepat untuknya muncul, dia pun beringsut keluar dan melangkah menuju aku dan Mara.
"Sory lama... antriannya itu loh," Vian muncul dengan nampan berisi minuman ditangannya yang kemudian dia letakkan di meja.
Mara menoleh pada minumannya, "Udah ngak dingin lagi nih minuman gue," mengajukan protes.