Kala Bulan dan Fajar

el tsuki
Chapter #26

Prolog : Aku... Bulan, Fajar

Aku masih menatap hujan yang perlahan membawaku dalam bayanganmu. Tak peduli ketika ku buka mataku atau ku pejamkan, namamu mengalir. Meski raga kita tak berjumpa namun ku tahu dirimu selalu ada, hadir menemaniku. Aku menatap langit dalam guyuran hujan, sesaat meyakini langit kan mendengar, namun sesaat kemudian berpikir bahwa tampaknya tentangmu tak sampai disana, di singasana lapis tertinggi. Namun kita tak tahu rahasia apa yang langit pendam, mendendangkan kisah kita, menyamarkan hadirkanmu di dekatku... .

Sementara berbagai kendaraan melintas cepat di tengah guyuran hujan, sebuah bus melaju dan berhenti di bangunan biru ini. Seketika keheningan buyar, hadirkan gemuruh. Seakan begitu tergesa kerumunan di halte bergegas naik, berduyun-duyun mengerumuni pintu bus. Tak lama kerumunan itu berkurang, sementara bus itu telah sesak dipenuhi. Bus pun melaju, meninggalkan halte yang tak lagi lengang. Hujan masih mengguyur lembut, sebagian yang di halte berangsur pergi meninggalkan beberapa orang yang masih bertahan di sini. Aku masih berdiri disini tak melangkahkan kaki ku, masih pada posisiku menatap ke depan mengamati hujan. 

Entah mengapa, seakan rintik hujan memancingku atau ada hal lainnya, sebuah debar muncul. Debar yang sebelumnya juga ku rasa, namun selalu juga ku abaikan. Seperti sebelumnya ku abaikan begitujuga kali ini, namun... angin berhembus menerpaku seolah berkata... "Kamu disini," namun aku tak ingin terus berpaling, berharap pada debar yang muncul. Menutupi rasa hatiku, aku menatap hujan. Pada hujan yang biasanya ilusimu akan muncul, menatapku dalam segala kemisteriusan. Namun kali ini ilusimu tak muncul, seakan tak ingin aku terus berharap, atau mungkin... seakan firasat... 

Angin kembali bertiup, menerpaku, seolah menyuruhku mengubah posisi. Aku menggerakkan tangan kananku, meraih helai rambut dan menyelipkannya kebelakang telinga kananku. Ku rasa sebuah tatapan tak jauh dari sisi kananku, ku palingkan pandanganku dan ku lihat sepasang mata nyaris tertutup bayangan orang-orang yang turut berteduh di halte. Seakan ilusimu melompat hadirkan sosokmu disana. Berdiri turut menatapku. Sosok kecilmu yang berdiri disana menjelma dalam sosok dewasa itu, namun masih dengan getar yang sama. Ku rasa jantungku berdetag, berbisik...

--

Terpisah beberapa orang yang turut berteduh di halte itu, samar ku rasa hembusan angin seolah berbisik lembut, ku palingkan wajahku ke kiri, dan ku lihat wajah itu. Dia yang sebelumnya kulihat di tengah hujan, kini kembali hadir bersama mendung. Langit mengelam namun tatapannya tak berubah, ada sepi di sana.

Bukan hanya kali ini aku melihatnya, beberapa kali ku lihat dia sekitar gedung unit, dan sering kali ku lihat dia pada suasana seperti ini ketika langit sore bersemu, ketika awan menggumpal berarak menutup sinar mentari, ketika rintik hujan menyentuh bumi. Setiap kali ku lihat dia selalu dengan sorot mata yang sama, namun kali ini ku lihat ada sepi bernaung disana. Beberapa kali sendu ku lihat menaunginya, namun selalu sikapnya yang tenang seolah menutupi segalanya.

Kendaraan berseliweran di tengah rintik hujan. Tak lama sebuah bus menghampiri, pintunya terbuka dan segera menimbulkan gelombang kecil pergerakan memasuki bus. Diantara sosok-sosok yang masuk atau meninggalkan bus itu, aku dapat melihat dirinya masih ada disana. Aku diam, terpaku... . Sementara bus itu telah kembali melaju, dan orang-orang memilih melangkah mundur pada sisi halte yang lebih terlindung, meninggalkan aku dan gadis hujan itu dibaris depan.

Lihat selengkapnya