Fajar : "Mungkinkah dirimu yang ku dengar..."
Aku baru saja memarkir sepeda motorku di deret kosong yang berdekatan dengan pos satpam. Pos yang berada di sudut lapangan yang salah satu sisinya difungsikan sebagai lapangan parkir, menyisakan sisi lain yang cukup besar untuk dilalui dan taman kecil disisi paling ujung. Pos itu tengah sepi, entah kemana para penjaganya yang menganggurkan pegawasan gerbang fakultas yang justru ramai dan sedikit amburadul karena perdebatan beberapa pengendara. Aku melangkah meninggalkan lapangan parkir itu, bergegas menuju gedung berlantai dua yang berdiri tak begitu jauh dihadapanku. Gedung tak begitu besar yang berdampingan dengan gedung utama itu nampak tak kalah ramai dengan pergerakan dimana-mana. Ruangan yang kutuju berada di tingkatan selanjutnya, dan tangga penghubung lantai tersebut berada dibagian tengah gedung. Aku terus berjalan hingga...
"Jar... jar...!" suara seorang gadis memanggilku.
Gadis itu satu angkatan denganku, dia cantik dengan kulit putih dan rambut kecoklatan panjangnya. Aku tahu selama ini dia selalu muncul disekitarku, seakan tak ada hal lain yang bisa dia lakukan. Gadis itu mempercepat langkah, sementara gadis lain dibelakangnya dengan susah payah mengekor.
"Tunggu Re...!" gadis berkacamata dengan rambut dikepang satu yang sempat kepayahan itu berusaha mempercepat langkah, sembari merangkul beberapa buku tebal dan memperbaiki kacamatanya.
Aku menoleh, mendapati gadis berambut coklat itu, Renata... telah berdiri di sisi kiriku. Dia tersenyum meski sedikit lelah berlari. Sementara di kiri satu langkah di belakangnya, gadis berkacamata itu berdiri dengan ekspresi lelah.
Aku menoleh pada gadis bercamata itu, "Banyak banget bawaan lo Ri," ujarku.
Gadis itu, Rianti... mengangkat kepalanya dan tersenyum sekilas, seakan membenarkan kata-kata ku. Dia membuka mulutnya seakan hendak menimpali kata-kata ku namun Renata telah lebih dulu menoleh dan mendesis pelan padanya, seakan menyuruhnya diam. Renata kemudian berbalik, kembali berhadapan denganku setelah memastikan Rianti tak mengeluarkan suara.
"Biasa. Rianti kan rajin. Kalo bisa mah satu rak gede dia boyong ke sini," Renata berujar ceria dengan senyum yang tak lupa dia pasang.
"Sini, Ri. Gue bawain," aku mendekat.
"Eh... lo ngak usah repot-repot, kan Rianti ada gue. Ya ngak Ri...," Renata tersenyum pada Rianti, "Gue bawa yang ini ya," meraih 2 buku cukup tebal dari tangan Rianti.
Renata menoleh, "Eh, lo baru sampe? Kok gue ngak liat lo diparkiran tadi?" Renata mengajukan tanyanya dengan antusias.