Hanan tentu saja kesal ditolak oleh seorang wanita, tidak pernah ada wanita manapun yang ia dekati menolak untuk bersamanya. Ketampanan, keren, dan kaya raya maka wanita mana yang menolak?
Hanan memilih tempat makan pecel lele, rasanya hanya itu yang pas untuk sarapan pagi saat ini.
Hanan dan Hanin yang saling kesal satu sama lain, tidak mengucapkan apapun saat bersama. Semua sibuk dengan HandPhone. Jarak mereka pun cukup jauh.
"Ni Mas, Mbak, makanannya. Silakan dinikmati," ujar pelayan di sana, tersenyum kemudian pergi.
"Makasih," ucap Hanin.
Sebelum makan kebiasaan Hanan ialah harus meminum air putih terlebih dahulu. Tapi teko dan gelas berada di dekat Hanin.
"Haduh! Jauh banget sih! Mau minum aja susah!" kesalnya. Hanin hanya melirik sekilas.
Melihat Hanin yang biasa saja, dan meminum air putih membuatnya semakin kesal.
"Mana sih pelayannya? Minum aja susah banget!" kesalnya lagi.
Hanin menghela nafas pelan. Ia langsung mengambil gelas baru, lalu mengangkat teko.
Namun, Hanan sudah terlebih dahulu menyambarnya dan menyebabkan air di dalamnya tumpah dan terkena nasi milik Hanin.
"Nan, tumpah ke makanan gue," ucap Hanin, ia cemberut sembari menatap Hanan.
"Maaf! Ganti aja yang baru!" ketusnya.
"Mas! Minta nasi lagi dong," panggil Hanan.
"Enggak Mas. Udah cukup ini aja," tolak Hanin.
"Tapi udah ada kuahnya."
"Nggak papa kok, enak," Hanin menekan kalinat 'enak' di sana. Ia juga tidak mau terlalu menyusahkan orang lain.
HandPhone Hanan berdering, mamanya kembali menelpon.
"Kenapa masih belum pulang? Kamu kemana? Sama siapa? Udah nggak sekolah," oceh mamanya.
"Mamaku sayang, anakmu ini sedang makan, bentar lagi pulang."
"Makan di rumah kan bisa? Kurang enak ya masakan mama?"
"Bukan kurang enak ma, kurang garem."
"Hanan!"
"Canda Ma. Setengah jam lagi Hanan pulang, oke. Bye-bye mama cantik."
Hanan langsung mematikan sambungan telepon. Lalu kembali makan. Hingga, akhirnya mereka selesai makan, dan Hanan membayarnya.
Setelah itu mereka menuju tempat motor Hanin diletakkan semalam. Belum turun Hanin dari mobil, Hanan sudah turun duluan. Barulah Hanin mengikutinya.
Tapi, kaget bukan main. Hanan tidak melihat keberadaan motor Hanin di sana. Jantungnya berdegup kencang, sembari berjalan ke sekeliling. Hanin yang melihat itu mulai takut.
Deg ....
Jantung Hanin berdetak, Hanin sudah menduga motornya pasti hilang. Ia tidak bisa mencari, badannya terasa melemah.
Terpal yang terpasang di atas motor Hanin, kini tergeletak di bawah.
Hanin berjalan mendekati seorang penjaga mesjid yang baru saja keluar dari mesjid membawa kain pel.
"Permisi Pak."
"Iya ada apa Mbak?"
"Bapak ada liat motor saya nggak, semalam di sini saya taruh."
"Motor kamu? Tadi pas subuh bapak emang ada ngeliat. Warna hitam, kan? Ditutup terpal?"
Hanin mengangguk.
"Tadi, palingan setengah jam yang lalu lah, waktu saya ngepel. Ada yang bawa."