Hanin, Asti, dan Ella berjalan beriringan keluar gerbang. Jam sekolah sudah berakhir, kini saatnya menunggu kendaraan untuk pulang.
Ranty sudah pulang duluan bersama Rafka, seorang lelaki yang tengah mendekatinya.
Ella menunggu taksi bersama Asti, dan Hanin menunggu supir. Ia kali ini tidak membawa motor, bukan karena dijual tapi memang sedang malas membawa motor sendiri.
"Gue pikir, yang difoto sama Hanan itu, Hanin. Soalnya gue pernah liat Hanin pake rok itu," ujar Asti.
Untung pake kacamata. Batin Hanin.
Malam itu, saat Hanan dipukuli oleh mamanya, ia pun terpaksa memberikan penjelasan pada orang-orang yang sudah memfitnahnya dengan cara membuat video dan di upload ke akun instagram-nya. Tapi, ia berbohong tentang wanita itu, bukan Hanin yang ia sebut. Namun, ia mengatakan wanita itu adalah sepupunya.
Kini, Hanan tidak peduli mereka percaya atau tidak pada Hanan, yang penting ia telah memberi penjelasan, walaupun sudah pasti banyak yang meragukan.
Hanin cukup bisa tenang akan hal itu, Hanan sempat menelponnya setelah video itu. Tetapi Hanin sudah tertidur.
"Halah gue nggak percaya! Itu pasti beneran anaknya, beneran cewek yang dia hamili. Kalau memang sepupunya nggak perlu juga kali pake kaca mata hitam, pake masker," tuduh Ella.
"Gue juga rada nggak percaya. Mungkin tu cewek nggak mau gugurin kandungannya, kan ukhti-ukhti, takut dosa lah," celetuk Asti.
Hanin sedikit gugup mendengar pembicaraan mereka. Ia akan tetap diam, karena takut salah bicara.
"Ya kalau mikirin dosa pasti nggak ngelakuin itulah," jawab Ella.
"Mungkin dipaksa sama Hanan, kan tau sendiri Hanan tu gimana. Lagian dia ganteng, kaya raya, pasti dia nggak ragu sampe punya anak," sahut Asti.
Ingin rasanya Hanin menjerit saat ini, mereka memang tidak tahu telah memfitnah Hanin, tapi pada kenyataannya Hanin lah yang sedang direndahkan harga dirinya.
"Nggak boleh su'udzon, kali aja itu memang bener," ucap Hanin dengan tenang.
"Ahk gue tetap nggak percaya Han-"
"El, Ti, udahlah. Jangan fitnah, coba bayangin kalian udah bener tapi direndahin, dianggap cewek nggak bener, sampe dituduh hamil karena cowok itu, padahal enggak sama sekali," jelas Hanin.
"Su'udzon sama Hanan nggak dosa kayaknya," ucap Ella.
"Iya. Dia kok yang pengen di su'udzonin," jawab Asti.
"Mana mungkin! Udahlah, jangan fitnah dan su'udzon. Bayangin aja gimana perasaan tu cewek, nggak salah tapi difitnah," ujar Hanin.
"Eh itu Hanan!" Asti menunjuk ke depan gerbang, di mana Hanan tengah berdiri di dekat motornya sembari berbincang dengan seseorang.
Deg ....
Langkah Hanin terhenti.
"Paling mau nemuin Risa."
"Atau yang lainnya."
"Aduh! Kok perut gue sakit ya, mules," erang Hanin. Ia memegangi perut seolah benar-benar sakit.
Kedua sahabatnya menatapnya.
"Kalian duluan aja ya, gue mau ke wc. Lagian kan gue sama supir," bohong Hanin.
"Yaudah deh, yok El."
"Masa iya sih mules?" curiga Ella.
"Lo mau fitnah gue juga El?" tanya Hanin.
"Eh enggak! Hahaha, yaudah sana ke wc. Kita duluan ya," pamitnya dengan senyuman disertai lambaian tangan.
Jantung Hanin berdebar, ia kembali ke kelas. Di sini ia akan rileks dahulu, dan berharap Hanan sudah pulang. Bukan merasa kegeeran akan ditemui oleh Hanan. Tapi Hanin takut lelaki itu menemuinya dan menimbulkan kecurigaan teman-temannya. Ia juga takut laki-laki itu mengoceh tidak karuan dan mengatakan hal yang seharusnya tidak ia ungkapkan.
Yang lebih Hanin takutkan lagi, ia akan merendahkan Hanin di depan banyak orang.
Setelah hampir 20 menit, Hanin keluar dari kelasnya. Dilihatnya memang sudah tidak ada lagi Hanan di sana, artinya bukanlah Hanin yang ia cari.
Dengan santainya gadis itu berjalan menuju gerbang dan melewatinga dengan hati tenang.
"Hy Hanin!" sapa Hanan di dekat halte saat Hanin baru saja keluar gerbang.