Hanin diam, berbaring di atas ranjang sembari memegang keningnya. Ia memejamkan mata, sedikit merasakan pusing.
Hanan, kedua orang tuanya dan ketiga sahabatnya baru saja masuk, begitu pula Yudha yang juga ada di sana. Hanin tidak mau memperdulikan mereka, karena kepalanya terasa begitu pusing.
Suara dering telpon mengagetkan mereka, telpon itu milik Hanin. Ia langsung membuka mata dan mencari sumber suara. Saat itu HandPhone Hanin berada di tangan Hanan, lelaki itu pun langsung memberikannya.
"Apa Tante Caca yang nelpon," ucap Hanin. Semua orang di sana hanya diam melihatnya.
Hanin membaca nama yang tertera di sana, dan bukan Caca.
"Hallo Asslamu'alaikum Om."
"Wa'alaikumussalam Hanin. Ya Allah, Om kangen banget sama kamu," kata seorang lelaki di seberang sana dengan suara beratnya.
Hanin meneteskan air matanya, kemudian menutup mulutnya agar tidak bersuara dan orang di seberang telpon tak mendengarnya.
Mira mendekati Hanin lalu mengelus kepalanya lembut.
"Kamu apa kabar Nak?"
"Ha-Hanin baik-baik aja Om. Om sama keluarga gimana kabarnya?" tanya Hanin berusaha lantang.
"Alhamdulillah baik. Kamu lagi di mana sekarang?"
Ella yang penasaran tidak sabar dan memberikan isyarat tanya pada Hanin. Hanin enggan menjawab dan memilih menghidupkan loadspeaker, tidak ada yang perlu dirahasiakan di sini.
"Di ... rumah Om."
"Syukurlah. Perasaan Om dari tadi nggak enak, khawatir mulu sama kamu. Udah denger suara kamu gini Om baru bisa tenang."
Hanin kembali menahan tangisnya. "I-iya Om."
"Tante Caca kamu mana, Om mau ngomong sama dia."
"Dia lagi nggak di rumah Om. Mau bicara apa? Nanti Hanin sampein."
"Om cuma minta tolong supaya dia jaga kamu di sana baik-baik. Apalagi sekarang kamu udah remaja, harus lebih banyak diawasi, kamu sendiri juga. Jangan terlalu bebas ya, harus tau berteman dan bergaul sama siapa. Maunya ngomong langsung tapi yaudahlah, dia juga baik kan sama kamu?"
"Dia baik kok Om, dia jagain Hanin," bohong Hanin.
Mendengar itu mereka di sana menjadi sangat khawatir, artinya Hanin berbohong untuk Caca.
"Om .... "
"Iya Nak."
"Pengen kesana," Hanin sudah tidak dapat menahan suara paraunya di depan Dayat, kakak laki-laki dari mamanya.
"Jangan dulu kalau belum ada uang, nabung dulu ya, nanti kalau uang kamu cukup atau ada kurang sedikit Om bisalah bantu-bantu walaupun nggak banyak. Sekolah aja dulu baik-baik dan gapai cita-cita, yaaa .... Jangan nangis."
Hanin tidak menjawab. Ia membungkam mulutnya agar tidak bersuara.
"Hanin, hallo .... "
"Hallo."
"Di sini ekonomi lagi susah Hanin, Om aja makan masih kesulitan. Bukannya apa, kamu tau sendiri gimana tante kamu, coba aja dia sebaik mama kamu, pasti kamu Om usahain untuk bisa datang kesini. Om juga nggak mau kalau kamu datang kesini jadi susah segalanya, Om takut kamu jadi susah makan, atau makannya nggak sesuai selera kamu di sana. Sedangkan di sana kamu serba mewah, nanti kalau ekonominya di sini mulai membaik kamu Om ajak kesini, kalau perlu Om yang jemput, hahaha .... "
Hanin tersenyum mendengarnya. Hanin mematikan loadspeaker.
"Nggak semewah itu juga kok Om. Malah jarang makan, hahaha .... "
"Kok bisa?"
"Males makan, hehehe .... "
Tawa dan kekehan Hanin itu saja mampu membuat orang disekitarnya ikut tersenyum.
"Apa sekarang kamu kurus?"
"Enggak kok Om. Hanin di sini bener-bener baik. Nggak ada yang perlu dikhawatirin."
"Kamu jadi mau ke London sama Caca?"
"Nggak. Kalau ke London sama Tante Caca nggak mau."