Saat ini, Arfi sedang berusaha membantu menguatkan mental Lenka agar nantinya ketika diputuskan, dia akan kuat untuk menerima keputusan tersebut. Setiap hari dia menguatkan hatinya dengan cara menasehati ketika Lenka mendapatkan cobaan saat berada di kantor, usaha ikan arwana, dan harus menerima hal buruk dengan lapang dada. Arfi pun selalu menekankan poin ketiga tersebut karena dia akan melakukan hal tersebut kepadanya. Dalam hati terdalamnya, dia masih mencintai Lenka, namun kehadiran Suci pada saat itu menimbulkan rasa serba salah baginya. Apakah dia akan mempertahankan cinta yang lama atau cinta baru yang masih segar, namun beresiko. Dia pun akan menunggu sampai waktu yang akan menjawab semua kegelisahannya itu. Karena memikirkan tentang hal ini sampai membuat jam tidurnya terganggu. Dia menjadi sering begadang dan lemas pada pagi harinya. Kegalauan yang melandanya sangat menyiksanya hingga membuatnya jatuh sakit.
Pada akhirnya, dia sudah membuat keputusan yang matang. Dia menimbang segala resiko dan terlihat sudah yakin dengan keputusan yang dibuatnya. Dia pun menjadi lebih banyak beribadah dan berdoa. Dia tidak mau keputusannya ini akan menimbulkan hal yang buruk bagi yang diputuskan hubungannya. Usai pemikiran yang berat itu, dia pun menjadi kembali gemar bermain game. Dia mengajak teman-temannya di kampus untuk berkumpul. Dia mengajak Miftah, Dede, dan Andi. Mereka pun bernostalgia bersama sambil bermain game di komputer di rumahnya masing-masing. Tertawa dan candaan mewarnai obrolan mereka sepanjang permainan. Pada minggu depannya pun mereka berkumpul di sebuah tempat olahraga. Mereka berlari pagi bersama mengelilingi sebuah lapangan gedung olahraga. Disana ada orang yang sedang melakukan parkour, badminton, dan anak-anak yang bermain bola. Sesudah itu, mereka jajan di dekat lapangan olahaga itu. Semua memesan lontong kari dan minumannya teh manis.
Semenjak itu, hobi bermain game sampai tengah malam pun dia jalani. Arfi ingin menyegarkan otaknya sementara disaat masalah-masalah berdatangan kepadanya. Arfi menjadi keranjingan bermain game lagi, namun tidak melupakan kewajiban pekerjaannya. Dikarenakan kinerja Arfi yang baik dan disiplin, kantor pusat pun memintanya untuk pindah ke kantor yang berada di Jakarta. Dengan berat hati, dia pun menyanggupinya karena Arfi tidak mau mengecewakan para petingginya dan juga tidak mau menyianyiakan kesempatan yang lebih bagus. Sebelum benar-benar pindah ke Jakarta, dia memberitahu keluarga, teman-teman, dan kedua kekasihnya. Semuanya itu Arfi traktir untuk merayakan kepindahannya ke Jakarta. Arfi mentraktir keluarganya di rumah makan Sunda, mentraktir teman-teman prianya bermain futsal dan karaokean untuk yang wanitanya. Sementara, dia mentraktir Lenka berjalan-jalan di tempat wisata alam dan Suci akan dia traktir ketika sudah berada di Jakarta. Dua hari sebelum Arfi menjalani aktifitas kerjanya di Jakarta, dia terlebih dahulu mencari tempat kost.
Arfi mencari di sekitar daerah Kelapa Gading dikarenakan kantor pusatnya tidak jauh dari daerah tersebut. Dia pun memilih daerah tersebut disebabkan oleh faktor dekatnya shuttle travel yang akan sering dia gunakan untuk pulang-pergi. Arfi mencari kamar yang memiliki kamar mandi di dalamnya, memiliki parkir yang cukup, dan penghuninya yang sama-sama bekerja. Dia tidak mau satu kost dengan anak-anak kuliah sebab dia tidak suka kebisingan dan juga tidak mau waktu istirahatnya terganggu ketika hari libur atau pada malam hari. Setelah 3 kali berkunjung dan belum juga menemui kost yang diinginkan, Arfi sejenak beristirahat di sebuah tempat warung makan. Disana, dia memesan ayam goreng, sambal, dan tidak lupa nasi putihnya.
Ketika sudah selesai makan dan hendak membayar pesanannya, ada orang yang sepertinya dia kenal yang mendatangi warung itu. Mereka pun saling bertatapan, terdiam, dan saling menunjuk. Dan ternyata, orang itu adalah salah satu teman SMA-nya yang bernama Vian. Mereka pun berbincang sebentar, lalu Vian menanyakan tentang kondisi Arfi yang sedang berada di Jakarta. Arfi menjawab kalau dia sedang mencari tempat kost. Vian yang tahu ada kamar kosong di tempat kost’nya menawarkan kamar itu kepada Arfi. Arfi pun langsung pergi menuju lokasi tempat kost tersebut setelah Vian mengatakan alamat tempat kost tersebut.
Walau ada yang kurang, namun tempat kost itu cukup nyaman baginya dan ditambah adanya orang yang dia kenal berada di tempat tersebut. Maka, dia pun menjadikan tempat itu sebagai tempat berlindung setiap bulannya. Sebelum pulang ke Bandung untuk mengambil barang-barang yang akan dibawanya untuk tinggal di Jakarta, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Suci. Mereka bertemu di tempat ice skating dan bermain juga disana. Kedua belum mahir untuk menyeimbangkan badan dalam permainan tersebut. Mereka bermain sambil bergandengan tangan sepanjang permainan dan sesekali melepaskan pegangan tangannya agar mereka bisa mandiri mengendalikan badannya. Mereka pun kini bisa mengendalikan sepatu ice skating dengan cukup baik dan juga bisa mengemudikannya dengan tempo yang lebih cepat. Arfi pun seketika berpikiran jahil, dia menggandeng tangan Suci sambil mempercepat tempo laju di lapang es tersebut. Lalu Arfi melepas gandengan tangannya saat mereka sedang melaju dengan cepatnya.
Suci pun panik ketika gandengan tangan Arfi dilepasnya sehingga membuatnya melaju tidak karuan, lalu menutup matanya oleh jemari tangannya karena ketakutan dan kepanikannya. Arfi yang sadar dengan situasi tersebut dengan cekatan mengejar Suci. Suci masih melaju dengan cepat dan dia tidak tahu kalau ada anak kecil didepannya dikarenakan jari-jemarinya masih menutup matanya. Dan ketika jarak sudah dua meter di depan anak kecil tersebut, Arfi menghentikan laju Suci tersebut hingga membuat mereka berdua berpelukan.