Kala Cinta Membawamu Pulang

Belinda Marchely
Chapter #8

Yakin Tidak Ada Apa-apa?

Sejak kemarin malam ketika Gia pulang ke rumah, ibunya sudah merasakan ada aura yang berbeda dari anak perempuan semata wayangnya itu. Jika beberapa hari yang lalu wajahnya datar bahkan cenderung kusut, tidak dengan hari ini.

Begitu masuk ke dalam rumah, Gia langsung menghampiri sang ibu yang sedang sibuk di dapur. Perempuan muda berparas rupawan itu mengecup pipi ibundanya sekilas, kemudian berlalu begitu saja seraya bersenandung dengan nada yang tidak jelas. Kalau diamati lekat-lekat, ada rona bahagia yang tersirat dari air mukanya saat itu.

Pikir ibunya, barangkali saja beberapa hari lalu putrinya itu sedang bertengkar dengan sang kekasih dan hari ini sudah berbaikan kembali. Ibunya tidak tahu saja bahwa justru hubungan mereka telah kandas.

Lain kemarin, lain pula pagi ini. Mulai tiba di area parkir kantor tadi, sang asisten manajerlah yang dibuat mengernyitkan dahi karena melihat seri wajah Gia yang tak biasa.

“Bu Manajer pagi-pagi ceria banget, ya? Wajahnya berseri-seri kayak orang lagi kasmaran.”

Kristo langsung mencerocos saat berhadapan dengan Gia di ruangannya. Sementara perempuan itu, seperti biasa, hanya melemparkan tatapan menohok untuk sang asisten manajer.

“Insting gue mengatakan kalo ini bukan karena Dave. Betul, kan?” pancing Kristo.

Gie terkesiap, tapi ia berusaha untuk sebisa mungkin bersikap normal.

“Nggak usah ngomongin dia, deh!” sergah Gia. “Dia udah lewat!”

Alis Kristo terangkat dan matanya mendelik sempurna. Dave, lewat katanya?

“Maksudnya? Dave meninggal? Ya ampun!”

“Haish!” Gia menghela napas gusar. “Enggak gitu juga, Kris!”

“Tunggu, tunggu, tunggu! Kalo bukan gitu …” Kristo mengernyitkan dahinya seolah sedang berpikir sangat keras. “Lo putus sama Dave?” tanyanya kemudian.

Gia hanya mengangguk. Matanya terus menatap layar komputer. Sesekali jemarinya bergerak-gerak di atas tetikus nirkabel miliknya.

“Jadi benar dugaan gue waktu itu …” gumam Kristo.

“Dugaan apa?” Gia melirik ke arah sang asisten.

“Lo ketahuan jalan sama Pak Gennad sampai akhirnya mereka adu jotos.”

Gia menghela napas sejenak sebelum memberikan tanggapan atas dugaan Kristo yang tidak sepenuhnya salah.

“Bagian mereka adu jotos benar, tapi bukan karena gue yang ketahuan jalan sama Gennad. Dave yang kepergok jalan sama salah satu sahabat perempuan gue. Kalista, lo tahu dia, kan?”

Kristo mengangguk. “Lalu, kok, bisa jadi Pak Gennad yang diserang itu gimana ceritanya, Gi?”

Gia menyandarkan punggung sehingga posisinya menjadi lebih rileks. Menatap Kristo sesaat, akhirnya ia ceritakan kisah yang terjadi malam itu, tentang pertemuan tak sengaja dengan Dave dan Kalista saat ia sedang makan malam bersama Gennad, hingga cerita-cerita tentang Dave yang tidak pernah diketahui oleh Kristo sebelumnya.

Selain memiliki geng perempuan yang termasuk di dalamnya ada Kalista, Gia juga sangat dekat dengan Kristo sejak duduk di bangku kuliah dulu. Kristo tahu dengan siapa saja Gia berhubungan, tapi untuk masalah kekerasan yang sering dilakukan Dave padanya, ternyata Gia tidak pernah membagikannya dengan lelaki itu.

“Setelah gue pikir-pikir lagi, apa yang Gennad bilang itu benar. Si Dave itu mungkin punya bibit-bibit psikopat, cuma gue aja yang nggak sadar dari dulu.”

“Untungnya lo belum sampai kenapa-kenapa, ya, Gi. Ya, walaupun dia sering berbuat kasar sama lo, tapi lo nggak sampai dibeset pisau atau dicekik. Kulit lo masih mulus seperti kulit bayi,” ujar Kristo panjang lebar.

Lihat selengkapnya