Kala Cinta Membawamu Pulang

Belinda Marchely
Chapter #10

Terdiam Membisu

Jakarta, Indonesia

Pagi-pagi sekali, suasana riuh di departemen Quality mengusik perhatian Gia. Beberapa staf sedang berbisik-bisik ketika ia baru saja melewati pintu kaca. Jam kerja memang belum dimulai, tetapi Gia tidak terlalu suka ada staf yang bergosip di depan matanya.

“Ada gosip apa pagi ini? Seru sekali, ya, sepertinya?” tanya Gia dengan wajah datarnya.

“Ehm, Bu Gia … ini …” Nara, salah seorang dari empat staf Quality yang sedang berkumpul, berusaha menjawab, tapi melihat wajah Gia yang tanpa ekspresi membuat suaranya seakan mau hilang ditelan bumi.

“Ini itu apa?”

“Kita dengar Pak Kristo, ehm, itu—”

“Kristo kenapa? Kamu kalau bicara yang jelas, jangan setengah-setengah!” sergah Gia.

Nyali Nara menciut mendengar sergahan sang atasan. Padahal dia memang ingin menjelaskan perihal sesuatu yang diketahuinya, tapi Gia sendiri yang memotong kalimatnya. Kalau saja bukan atasannya, rasanya ingin sekali Nara menoyor perempuan galak itu.

“Pak Kristo kena kasus, Bu. Memangnya Bu Gia belum dengar?” Kali ini Rani yang bersuara.

Dahi Gia mengernyit mendengar informasi itu. Ia belum mendengarnya sama sekali. Sayangnya, saat hendak bertanya lebih lanjut pada Rani, telepon di ruangan Gia berdering nyaring. Perempuan itu memilih untuk mengangkat panggilan melalui telepon di meja terdekat.

“Dengan Gia di sini. Ada yang bisa dibantu?”

“Pagi, Bu Gia. Anda diminta ke ruangan Pak Arthur sekarang.”

Perasaan Gia mendadak jadi tidak tenang. “Baik, saya segera ke sana.”

Buru-buru Gia menuju ruangan General Manager Deluxe Pack. Setibanya di sana, ia langsung disambut dengan wajah tidak bersahabat dari Pak Arthur. Tak hanya beliau seorang, di ruangan itu juga ada Prama dan Kristo.

Melihat Kristo, napas Gia memburu. Apakah ini ada hubungannya dengan berita yang ia dengar dari anak buahnya tadi.

“Selamat pagi, Pak. Bapak memanggil saya?”

Pak Arthur mengangguk, lalu berkata, “Baik, karena Gia sudah hadir, saya akan mulai pembahasan penting pagi ini.”

***

Siang hari yang terik tidak menyurutkan langkah Gia untuk pergi keluar kantor. Bukan untuk makan siang walaupun memang sudah tiba waktunya. Tidak, ia sungguh sedang tidak berselera makan. Ia hanya ingin mencari sesuatu yang dingin untuk mendinginkan kepala dan hatinya yang panas. Ia akhirnya berhenti di depan sebuah kafe. Sepertinya segelas jus stroberi memenuhi standarnya siang ini.

Gia memasuki kafe bernuansa cokelat itu sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. Nyaman. Itu yang dirasakannya pertama kali.

Setelah memilih tempat duduk, seorang pelayan menghampirinya dengan membawa buku menu.

Pikiran Gia akan jus stroberi tadi seketika lenyap ketika melihat menu minuman yang disediakan kafe tersebut.

Akhirnya pilihan Gia jatuh pada segelas milkshake cokelat. Ya, bukankah katanya cokelat bisa meredakan stres?

Tak perlu menunggu lama, segelas milkshake cokelat pesanan Gia telah tersaji di atas meja. Gia menikmati sensasi rasa manis dan pahit yang bersamaan terasa di lidahnya. Namun, perpaduan rasa itu sangat serasi, saling melengkapi.

Selagi menikmati cokelatnya, pikiran Gia melayang pada kejadian pagi tadi. Kejadian yang membuatnya merasa butuh menenangkan diri sampai berada di tempat ini.

“Gi, gue minta maaf ...” Suara itu terdengar lemah, malu, dan bersalah.

“Gue masih nggak percaya lo terlibat dalam pekerjaan busuk macam ini, Kris,” ucap Gia tak kalah lemah.

“Maaf, Gi. Gue khilaf ....”

Lihat selengkapnya