Kala Cinta Membawamu Pulang

Belinda Marchely
Chapter #11

Bertemu Kembali

Satu tahun berlalu sejak kali terakhir Gia berkomunikasi dengan Gennad. Sejak saat itu, kontak di antara mereka terputus begitu saja. Tidak ada yang memulai, tidak ada yang menghendaki. Semuanya berjalan begitu saja. Tidak saling mengusik, bahkan hampir lupa mereka pernah saling meneror lantaran sebuah kesalahpahaman di tempo lalu.

Gia kembali disibukkan dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya di departemen Quality. Setelah kejadian dengan pihak Plastific, ia menjadi lebih tegas terhadap pengecekan kualitas dari bahan baku yang masuk ke Deluxe Pack. Gia tak mau sampai terjadi hal memalukan seperti dulu, terlanjur menyalahkan orang lain padahal sumber barang adalah dari pihak ketiga.

Seperti pagi ini, perempuan yang terkenal sebagai pemimpin wanita dengan karakter kuat nomor satu seantero Deluxe Pack itu sedang disibukkan dengan laporan hasil inspeksi salah satu material. Jari-jemarinya sibuk memainkan tetikus nirkabel untuk memastikan tidak ada yang salah dari laporan tersebut. Sayangnya, konsentrasinya harus terganggu oleh kedatangan Kristo yang—seperti biasa—selalu mengundang kekesalan dari sang empunya ruangan.

“Bisa nggak, sih, lo kalo masuk ke ruangan gue dengan sikap yang tenang, berwibawa, dan berkarisma gitu? Setidaknya biar gue ingat kalo lo ini asisten manajer gue,” tegur Gia dengan mata menyipit.

“Ya, karakter gue emang udah begini, Gi,” sahut Kristo tak mau kalah. “Lagian, kan, kedatangan gue seharusnya selalu bikin lo ceria.”

“Selalu buat kesal, iya,” gumam perempuan itu.

“Apaan, Gi?”

“Enggak,” sela Gia cepat. “Kris, besok barang Plastific masuk dua kontainer, gue mau terima laporannya paling lama lusa siang, ya.”

“Siap laksanakan, Bu Bos!” Kristo memberikan tanda hormat pada atasannya itu, lalu tiba-tiba teringat sesuatu. “Eh, omong-omong soal Plastific, tiba-tiba gue jadi teringat Pak Gennad. Dia apa kabar, ya?”

Gia melirik sekilas pada Kristo. Hatinya sedikit terusik mendengar nama lelaki itu disebut.                                   

“Setelah gue ingat-ingat, udah hampir setahun kita nggak pernah ada kontak ke mereka, ya?” Kristo manggut-manggut sambil mencamil bolen pisang yang selalu tersedia di atas meja kerja Gia.

“Lo nggak ingat kalo komplain kita ke mereka itu salah sasaran?” sindir Gia.

Ia tidak mau melihat bagaimana ekspresi wajah Kristo. Cukuplah ia mengetahui bahwa dulu asisten sekaligus sahabatnya itu pernah membuatnya kecewa. Namun, kini lelaki itu sudah menyesali perbuatannya dan ia sungguh bernasib baik karena masih diberikan kesempatan oleh perusahaan untuk dapat membayar semua kesalahannya pada masa itu. Ya, membayar. Kristo dengan sangat terpaksa harus menerima gajinya dipotong untuk menutupi kerugian operasional perusahaan akibat penggunaan bahan baku yang tidak sesuai dengan standar mesin produksi.

“Perlu berapa banyak kata maaf supaya lo bisa benar-benar maafin gue soal itu, Gi?” Tiba-tiba saja wajah Kristo berubah serius.

Gia yang menyadari perubahan air muka Kristo mendadak jadi tidak enak hati. Sejujurnya, ia sudah memaafkan Kristo. Sungguh. Hanya terkadang ia tak bisa menahan diri untuk tidak membahasnya ketika sedang berhadapan dengan asistennya itu.

“Sori, Kris. Gue janji nggak bakal bahas soal itu lagi.” Gia berucap.

Kristo tersenyum. Seketika wajahnya kembali ceria dan bersemangat. “Nah, kan, jadi lupa. Gue ke sini mau kasih undangan ke lo.”

Lelaki berambut jabrik itu menyodorkan sebuah undangan yang terlihat mewah ke arah Gia. Lalu, sebelum Gia bertanya perihal siapa yang mengundang, Kristo sudah lebih dulu memberikan penjelasan. “Theo, teman satu angkatan kita dulu. Lo masih ingat, kan? Yang dulu lo taksir pas kuliah.”

Gia mengernyitkan dahi mendengar nama itu. “Ck, gue ingat, kali. Nggak usah pakai kata kunci itu segala.”

Lihat selengkapnya