“Ada perubahan apa sih? Bukannya kontrak iklan sabun mandi ini sudah deal?” Savannah membalik-balik lembaran kontrak di tangannya. Dia merasa perlu mempelajari kontrak itu lagi di dalam mobilnya yang sedang melaju. Begitu serius Savannah membaca hingga kacamatanya melorot ke ujung hidung. Kacamata yang hanya dipakainya saat membaca. Dalam kegiatan sehari-hari, Savannah lebih suka menggunakan lensa kontak atau malah tidak menggunakan apa-apa. Minusnya masih kecil jadi belum terlalu mengganggu.
Savannah meneliti isi kontrak itu kata demi kata. Istilah-istilah hukum yang bertebaran dalam setiap kontrak kerja kerap membuat kepalanya pening. Untung saja dia punya konsultan hukum sendiri. Bang Seta selalu mempelajari setiap kontrak yang ditawarkan pada Savannah. Kalau Bang Seta bilang oke, baru Savannah akan menandatangani kontrak itu.
Tawaran kerja kali ini bukan main-main. Selain memberikan honor yang sangat tinggi, proyek ini juga sangat berarti bagi karir Savannah. Sabun kecantikan merk Jelita sudah terkenal hanya memakai artis papan atas sebagai bintang iklannya. Artis yang terpilih sebagai bintang iklan selalu sedang berada di puncak karirnya. Selain itu kehidupan pribadi sang artis juga jadi pertimbangan penting. Jelita tidak akan memilih artis yang penuh kontroversi. Ini jadi satu kebanggaan sendiri bagi Savannah karena bisa terpilih menjadi bintang iklan plus brand ambassador Jelita. Menjadi bintang iklan Jelita adalah bentuk pengakuan kesuksesan karirnya di dunia hiburan Indonesia.
“Entah,” Marina, manajer Savannah, mengangkat bahu. Dia sedang sibuk mengecek agenda kegiatan Savanah di tablet dalam genggamannya. “Kata Sasha meeting darurat hari ini sangat penting, karena ada perubahan mendadak. Waktu aku desak ada apa, dia bilang nanti saja dibicarakan di ruang meeting.”
Begitu pentingnya proyek Jelita ini hinga Sasha Celia, sebagai General Manager Citra Mega Advertising, turun tangan langsung menangani proyek pembuatan iklannya. Padahal sebagai agen periklanan terbesar di Indonesia, tentu Citra Mega punya banyak manager yang punya jam terbang tinggi untuk memegang proyek Jelita.
“Mudah-mudahan cuma perubahan kecil ya,” gumam Savannah. “Kawal terus iklan ini, Na Jangan sampai lolos. Bisa-bisa batal rencana gue ganti mobil.”
“Mobil lo kan masih bagus.”
“Iya, tapi sudah tua.”
“Gila aja, mobil baru lima tahun sudah dibilang tua. Apa kabar mobil gue yang umurnya sepuluh tahun.”
Belum sempat Savannah membantah kata-kata Marina, Supri, supirnya menyela. “Eh, maaf, Bu. Itu sepertinya mobil Bapak ya?”
Mereka sedang mengantri di gerbang tol. Pandangan Savannah dan Marina mengikuti arah yang ditunjuk Supri. Savannah langsung mengenali sedan biru yang berhenti di samping gardu tol paling kanan itu. Begitu selesai menempelkan kartu tol dan palang pintu terbuka, mobil itu langsung melesat maju dengan kecepatan tinggi “Bapak, mau kemana ya?” Supri bertanya pelan seolah ditujukan pada dirinya sendiri. Dia pantas heran karena ini bukan jalur yang biasa dilalui Dito.
“Barangkali meeting proyek baru, Pri,” kata Savannah asal. Matanya kembali menekuni lembaran kontrak di tangannya. Ini lebih penting. Dito mau kemana dan berbuat apa sama sekali tidak penting bagi Savannah
***
“Selamat pagi, Mbak Savannah. Mbak Marina,” Sasha memberi salam dengan ramah. Jabat tangannya hangat. Gayanya benar-benar sangat profesional. Begitu juga dengan gaya busana dan make up-nya. “Silakan duduk,” katanya lagi. Mereka berada di ruang meeting personal di samping ruang kerja Sasha.
“Terima kasih,” balas Savannah dan Marina nyaris bersamaan.
“Bisa kita mulai meeting-nya, Mbak?” Marina langsung mengeluarkan tablet dan ponselnya. “Kebetulan jadwal Savannah agak padat hari ini. Sebentar lagi kita harus langsung ke lokasi shooting.”