Hiruk pikuk pagi itu diakibatkan oleh suasana tahun ajaran baru di SMP angkatan 1993. Ya, aku memasuki tahap baru dalam kehidupanku setelah meninggalkan kelas dasar. Seragam putih biru kupakai dengan bangga. Menandakan bahwa aku sudah lebih dewasa dari sebelumnya.
Langkahku berhenti di depan kelas 1 SD. Aku melihat sekeliling. Sekolah ini masih tampak sama setelah libur kenaikan kelas kemarin. Yang membedakan adalah ada wajah-wajah baru yang belum pernah kulihat sebelumnya. Mereka berlarian dan tertawa bersama-sama menyambut jenjang pendidikan yang baru. Sebagian besar masih berseragam putih merah. Hanya segelintir pelajar berseragam SMP yang tampak di lapangan. Lainnya kulihat ada di teras kelas lantai dua.
Sekolah ini tidak terlalu besar, hanya ada dua lantai bangunan yang mengelilingi lapangan. Tepatnya gedung kelas hanya membentuk huruf L. Sisi satunya terdapat tempat parkir sepeda yang terlindung oleh pohon akasia besar. Di sebelahnya ada rumah kecil penjaga sekolah. Di ujung jalan gerbang masuk, tersedia beberapa macam mainan untuk Taman Kanak-Kanak juga ruang TU dan Kepala Sekolah. Setelah itu ada kelas untuk TK yang sekaligus menjadi ruang menari setelah mereka pulang. Kelas dasar ada di lantai satu, termasuk perpustakaan, UKS, dan ruang guru. Sedangkan kelas SMP berada di lantai dua dengan menaiki tangga di sebelah ruang guru.
Sudah kukatakan bahwa sekolah ini kecil bila dibandingkan dengan sekolah lainnya. Satu kelas hanya berisi tiga puluhan anak paling banyak, dan satu angkatan hanya ada satu kelas saja. Coba kuhitung, dari kelas enam kemarin tidak semuanya masih bersekolah di sini. Sebagian sudah pindah. Sepertinya ada belasan teman yang masih bersamaku.
Aku menaiki tangga menuju kelasku. Kelas 1 SMP ada di ujung sebelah kiri tangga. Aku memasukinya dengan pasti. Di sana aku melihat sebagian teman-teman yang sudah datang membuat heboh ruangan. Mereka saling bercanda melepas rindu karena libur kenaikan kelas kemarin.
“Pagi, Vir!” seru Astrid sahabatku sejak SD. Ia mengajakku ke bangkunya. “Ayo duduk di belakangku!”
Aku mengikuti Astrid dan meletakkan tasku di bangku belakangnya yang bersebelahan dengan jendela. “Kalian cepet banget datangnya?” tanyaku.
“Halo, Vir! Ngapain aja kok baru datang?” tanya Romy tiba-tiba datang ke bangkuku. Romy ini termasuk anak paling usil sejak SD. Meskipun begitu, wajahnya tampan dan banyak yang menyukainya. Bahkan sejak SD dia sudah mempunyai semacam fans club. Yang pasti aku bukan salah satunya. Aku akan menceritakannya nanti.