BRAK!
Pintu kamar Artur hampir jebol karena gedoran keras. Dari luar, terdengar suara yang penuh kemarahan.
“ARTUR!!”
Artur mengerutkan dahi, lalu berjalan malas ke arah pintu. Ketika ia membukanya… Ayahnya berdiri di sana. Mata Randy menyala dengan kemarahan yang hampir tidak bisa ditahan.
“Pa? Ada apa, sih?” Artur mengerutkan alis. Tapi Randy tidak butuh penjelasan. Ia sudah tahu segalanya.
“Papa udah kasih semuanya ke kamu…” suara Randy bergetar. “Tapi balasan kamu ke Papa kayak gini?!”
Artur semakin bingung. “Maksud Papa apa, sih?”
Randy menatapnya tajam. Dengan suara yang tajam dan dingin, akhirnya ia berkata…
“Kamu… perkosa anak orang.”
Artur tersentak. Matanya membesar. “Papa ngomong apa, sih?” ia mencoba tetap tenang. Tapi suaranya sedikit goyah, dan Randy melihatnya. Randy tahu anaknya berbohong.
“Perempuan yang kamu perkosa itu sekarang hamil.”
Darah Artur langsung mengalir dingin. Jantungnya berdetak kencang. Ternyata…kabar itu sudah sampai ke telinga ayahnya. Dan kali ini, ia tidak bisa berbohong lagi.
“Pa, aku gak perkosa dia!” suara Artur mulai meninggi. “Kita sama-sama mabuk, terus khilaf!”
“Dia hamil, Artur!” Randy membentaknya.
“Iya, aku tahu, Pa!” Artur mulai frustrasi. “Tapi kita gak tahu dia hamil sama siapa. Aku atau Abil.”
“Papa gak habis pikir sama kamu!” Randy menekan pelipisnya, mencoba meredam sakit kepalanya,”Bisa-bisanya kamu kecolongan kayak gini?!”
“Tapi, Pa—”
“Perempuan itu tadi mencoba bunuh diri!”
Artur mendadak terdiam membisu. Kepalanya benar-benar kehabisan ide untuk membela dirinya sendiri. Kini yang ada hanyalah... penyesalan.
“Maafin aku, Pa.” Hanya di depan ayahnya, Artur bisa mengakui segalanya. “Aku salah dan aku siap tanggung jawab.”