“Aku ada pertanyaan sih, Ken.” Ucap Barsena yang sedang sarapan bersama Kenny di restoran hotel itu
“Apa?”
“Menurut kamu, kalau dompet kamu gak ketinggalan di kolong meja waktu itu, cuma karena enggak ngelakuin satu kesalahan itu aja, apa yang bakalan terjadi?”
Kenny melamun seakan berpikir keras
“Semenjak Melvin ninggalin aku, aku banyak berpikir, Sen. Salah satu contohnya yaitu yang kamu maksud, kalo aku gini apakah nanti bakal gitu dan blablabla sejenisnya,”
Kenny menghela nafas yang panjang
“Aku yakin kok kalau dompet aku gak ketinggalan, semesta bakal ngasih cara lain buat bikin kita bisa bersama.”
“Jadi kamu percaya tentang cinta sejati?” Lanjut Barsena sangat penasaran
“Tentu. Kalau kamu sendiri?”
“Semenjak realita nampar aku dengan kata-kata tentang ‘cinta namun tak bisa memiliki’, sebenernya aku jadi ragu. Dulu aku percaya, sangat percaya. Bahkan bisa dibilang aku terlalu percaya diri dengan ‘cinta sejati’. Namun waktu menunjukkan banyak hal yang membuat kepercayaanku tentang cinta sejati yang tadinya ‘indah’ berubah menjadi ‘menyakitkan’.”
“Tenang saja, Sena. Cinta sejati itu ada, kamu cuma belum menemukannya.”
Barsena tersenyum seolah meremehkan
“Aku pernah mendengar kata-kata seperti itu. Kamu beruntung sepertinya, Ken. Mungkin bagimu, cinta sejati adalah saling mencintai dengan tulus, bisa bersama-sama, selalu ada satu sama lain, dan membuat kebahagiaan bersama. Lain halnya bagiku. Untukku, cinta sejati adalah berjuang hanya satu pihak, rasa yang bertepuk sebelah tangan, dan membuatnya bahagia dengan cara membuatku tidak bahagia. Dulu aku sangat idealis, namun ketulusan yang dimakan habis oleh waktu ternyata menghasilkan pamrih dari ego yang tak terduga.”
Barsena sadar bahwa dia bicara terlalu banyak. Suasananya pun hanya ada keheningan di balik bising nya suara sarapan pagi. Sementara itu, Kenny terlihat menyerapi segala kata yang terdengar dari tutur yang sedang menderita.
Sena juga terluka, akhirnya dia mengenalkan dirinya.
“Hari ini kita mau kemana, Ken?” Seakan tidak terjadi apa-apa, Barsena bertanya dengan tenang
“Hari ini anter aku ngambil jam dinding ya. Jam dinding kuno yang Melvin kasih sebagai kado ulang tahunku waktu itu.”
“Kamu kasih jam itu ke orang lain?”
“Enggak, aku banting jamnya. Aku benerinnya di kota ini, sebenernya udah lama sih beresnya, cuma belum aku ambil aja.”
Seolah membanting jam tersebut bukan hal yang aneh, Barsena bersikap tenang saja. Barsena mengerti dan hal tersebut tidak perlu dibicarakan terlalu banyak
Pagi kali itu tidak seperti biasa, Kenny bersama Majesty pergi berangkat sekolah kala pagi buta, di pukul 05.30 WIB mereka sedang bersiap-siap
“Ken, gila loe. Ini masih dingin banget, kenapa sih kita harus berangkat sepagi buta ini.”
“Gua ada PR, jadi harus berangkat sepagi mungkin biar bisa nyontek PR temen kelas gua.” Kata Kenny yang sebetulnya bukan itu alasannya