“Jadi idenya apa?” Tanya Kenny yang sedang diboncengi oleh Melvin dengan motornya di jalan
“Lihat aja nanti. Aku ngebut ya, soalnya udah mendung.”
“Iyadeh.”
Beruntung Kenny dan melvin berhasil sampai di toko servis jam itu sebelum hujan mengguyur basah mereka. Saat mereka datang, kakek tua yang juga mendatangi Barsena dan Kenny itu menyambut datangnya mereka.
“Halo, pak. Kami kesini mau servis jam ini.” Melvin memberikan jamnya
“Padahal kondisi jamnya masih bagus sekali. Kok bisa sampai gini, dek?” Kata kakek itu sambil melihat dan mengecek jam tersebut
“Gak sengaja, kesenggol sama saya, pak. Jadi jatuh terus ancur gitu deh.” Kenny menjelaskan dengan sangat tertekan, namun tatapan Melvin yang sinis seakan-akan mengetahui kalau itu bualan Kenny saja
“Yasudah, saya kasih nota dulu, ya. Cukup DP saja dulu, dan nanti ambil sekitar dua minggu dan kasih notanya saja ke saya buat pelunasan dan pengambilan jamnya.” Kakek itu mencatat nota dan menerima uang dari Melvin
“Hujannya cukup deras, kalian berteduh saja dulu disini. Sambil lihat-lihat jamnya, siapa tahu ada yang kalian suka.”
“Baik, pak. Terima kasih. Kami menumpang dulu sebentar ya pak, menunggu hujannya reda.”
Kakek itu masuk ke dalam ruangan yang tertutup oleh pintu dan meninggalkan Kenny dan Melvin berdua di ruangan itu. Mereka duduk di bangku yang telah di sediakan dengan temboknya yang dipenuhi oleh jam dinding segala macam.
“Tadinya kalau enggak hujan, aku mau ajak kamu ke pantai dulu lho.”
“Kok bisa sih kamu setenang itu. Padahal aku masih bingung mikirin cara untuk pulang.” Balas Kenny yang terlihat suntuk
“Tenang aja, aku yakin kamu pulang sebelum jam 8 malem ini.”
“Terserah, deh.” Kenny semakin pasrah
“Kamu tahu gak. Skill foto aku meningkat drastis lho.”
“Masa? Bukannya foto cuma gitu-gitu aja kan? Cuma jepret-jepret doang, tinggal pijit tombolnya. Emangnya skill foto kayak gimana sih yang bakal ningkat drastis itu.” Kenny mencoba meledek Melvin agar dia juga bisa sedikit tenang setidaknya
“Ini nih. Calon ibu-ibu yang bakal bayar Photographer cuma lima puluh rebu doang, padahal kerjanya berjam-jam. Orang-orang kayak kamu lagi jadi buah bibir di fakultas aku lho, Ken. Kalau kamu main ke fakultas aku terus ngomong gitu abis pasti kamu diledekin.” Balas Melvin yang tersulut dengan ejekan Kenny
“Orang-orang kayak aku? Maksudnya apa ya?”
“Udah deh, gini aja. Aku kan bawa kamera sekarang, kita bandingin hasil foto kita masing-masing, modelnya kita latar tempatnya sama ya. Biar aku tunjukkin ‘skills foto yang ningkat drastis’ itu gimana.” Melvin mengeluarkan kameranya yang mahal dengan sombongnya
Mereka pun menentukan tempat dan langsung mengambil gambar masing-masing, Kenny difoto oleh Melvin dan melvin difoto oleh Kenny. Gambar pun berhasil dipotret beberapa kali hingga selesai, dan akhirnya mereka duduk kembali untuk membandingkan hasil fotonya.
“Begini cara kamu memoto?” Melvin menertawakan jepretan Kenny yang memang terlihat biasa saja dan beberapa ada yang sampai tidak fokus, sementara itu Kenny terkesima dengan potret dirinya yang diambil oleh Melvin
“Iyadeh, iya kamu lebih bagus.”
“Jelas…” Melvin semakin sombong
“Nanti cetak, ya. Aku mau fisiknya, pokoknya.
“Beres. Nanti aku kasih.”
“Aku pinjem korek dong.” Pinta Kenny
“Korek? Buat apa?” Melvin terlihat bingung
“Cepet kasih aja…”
“A-aku g-gak punya korek, kok. Buat apa aku punya korek?” Melvin menjawab dengan penuh keraguan