Mei 2019
Mobil yang tadinya melaju cepat tiba-tiba mengerem dengan kencang di depan rumah. Keluarlah Melvin yang selesai memarkirkan mobilnya. Melvin terlihat sangat panik dan tergesa-gesa untuk memasuki rumahnya kala itu.
“Assalamualaikum.” Sapa Melvin.
“Waalaikumsalam,” Balas Kenny yang terlihat sedang duduk dengan lemas.
“Sayang, aku kan udah bilang aku baik-baik aja. Aku cuma pusing sama gak enak badan dikit, kok.”
“Kamu udah makan? Minum obat?”
“Udah, yang. Padahal kamu gak perlu dateng kesini. Kamu kan masih ada kerjaan.”
“Masa iya aku ninggalin kamu yang lagi sakit gini.” Ucap Melvin sambil memegang kedua tangan Kenny.
“Gak parah kok.”
“Gak parah gimana? Kamu juga sampe muntah-muntah gitu.”
“Tapi sekarang udah mendingan kok. Kamu lanjutin aja kerjaanmu. Aku gak apa-apa kok sendirian di rumah, aku bisa.” Kenny masih terlihat lemas, dari suaranya saja terdengar sangat lemah.
“Yaudah, gini aja. Aku anter kamu ke rumah mami aja ya, seenggaknya aku lega kalo kamu ada yang jagain. Besok aku jemput pagi-pagi ya.”
“Yaudah, iya. Anter aku aja kesana.”
Esoknya Melvin pun langsung menjemput Kenny.
“Mi, maaf ya repotin. Melvin langsung pamit, Assalamualaikum.” Pamit Melvin.
“Waalaikumsalam. Hati-hati, nak.”
Selama di perjalanan, Melvin terlihat lebih tenang melihat muka Kenny yang sangat segar dengan senyumannya.
“Aku tahu kamu udah baik-baik aja. Tapi ekspresi kamu itu bukan ekspresi orang baru sembuh, tapi ekspresi orang yang bahagia. Ada apa sih, sayang?” Melvin ikut tersenyum.
“Nanti di rumah aja aku kasih taunya ya.” Singkat Kenny.
Akhirnya mereka sampai di rumahnya dan langsung membicarakan hal tadi.
“Jadi? Ada yang mau kamu bagi ke aku dari ekspresi bahagia itu?” Ucap Melvin.
“Tebak.”
“Apa ya? Restoran rame? Atau kamu mau buka cabang baru? Ohhh!!! Atau ada artis yang dateng ke restoran kamu terus dia posting, gitu?” Melvin sangat memerhatikan ekspresi kebahagiaan Kenny dengan sangat teliti, ia juga menebak-nebak dengan kegirangan.
“Bukan!! Bukan tentang kerjaan.” Ucap Kenny.
“Kamu dapet giveaway?” Melvin terus menebak.
“Salah!”
“Terus apa dong? Jangan bilang kamu mau gombal ah.”
“Dih kepedean kamu.”
“Ya terus apa? Aku nyerah deh.”
“Ah payah,” Kenny meremahkan Melvin.
“Nih coba tebak lagi, aku kasi clue tuh.” Kenny memberikan suatu benda ke Melvin.
“Apa ini?” Melvin memerhatikan benda itu yang ternyata adalah test pack kehamilan dengan teliti.
Melvin sangat terkejut dengan mulutnya yang menganga lalu melihat Kenny, dan Kenny hanya tersenyum mengangguk-ngangguk.
“Ken, Sayang. Ka-kamu? I-ini beneran?” Saking terkejutnya Melvin, berkata-kata pun menjadi terbata-bata.
“Iyup. Aku hamil.” Ucap Kenny sambil memeluk Melvin dengan erat.
Melvin yang tidak percaya akhirnya membuat mata itu berkaca-kaca dan berakhir dengan senyuman lebar yang terasa tulus.
“A-aku bakal jadi ayah kan, Ken?” Ucapan Melvin yang masih belum percaya.
“Iya, kita bakal jadi orang tua.” Membalas dengan tenang.
Kabar yang sangat baik itu seakan membawa berkah yang besar bagi mereka. Kebahagiaan yang mereka rasakan itu tentu mereka bagi dengan orang-orang terdekat mereka. Kenny yang merasa sangat bahagia akan menjadi ibu memberitahu adiknya, dan terus-menerus berkabar pada orang tuanya yang sudah tahu duluan. Betapa senangnya mereka, tak lupa teman-teman terdekatnya pun ia beri tahu, khususnya Majesty. Majesty sangat amat kegirangan heboh karena akan menjadi ‘Aunty’. Kedua sahabat itu dengan cepat menyadari bahwa mereka sudah semakin dewasa, entah mengapa suasana nya membiru, Mereka saling terharu dan bersyukur atas kehidupan mereka karena masih saling memiliki satu sama lain.
Sementara itu, Melvin pun berkabar kesana kemari, termasuk juga keluarganya. Mereka terlihat sangat bahagia ketika Melvin menyampaikan kabarnya, apalagi mama Melvin. Ia sampai menangis dan memeluk Melvin mendengar kabar tersebut. Melvin benar-benar hampir memberitahu semua orang yang dia kenal, dia sangat bangga dan bahagia mengetahui dirinya akan menjadi seorang ayah.
“Aku emang udah denger dari Majesty, Ken. Tapi saat kamu ceritain langsung, gak tau kenapa kebahagiaan kamu kala itu bisa langsung terasa sekarang, lho.” Ucap Barsena yang sedang berbicara dengan Kenny di mobil.
“Emangnya Majesty nyeritain apa aja, Sen?”
“Tentang kehamilan kamu aja, Ken. Majesty coba bikin aku ngerti sama kamu dari cerita ini. Aku sendiri kok yang minta ke Majesty"
“Santai aja. Gak apa-apa kok, Sen.”
“Apa yang bikin kamu bahagia, Ken?”
Kenny hanya menoleh ke Barsena seakan tidak mengerti dengan pertanyaannya.
“Bukannya punya anak itu merupakan suatu tanggung jawab yang besar, ya?” Lanjut tanya Barsena.
“Beberapa hari sebelum aku nikah, aku tanya mami sih. Tepatnya tentang rumah tangga, dan segala isinya termasuk keluarga,” Kenny terlihat serius menjelaskan.
“Mami jawab pertanyaan aku dengan sangat panjang, sampai dia mulai nyeritain bagaimana rasanya punya anak. Dia bilang kalau ngurusin anak itu pasti capek banget. Tapi entah kenapa capek yang mami aku maksud itu gak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan yang mami dapet dari anaknya. Kata kamu tadi, mungkin kamu gak akan terasa karena yang ngomong bukan mami, tapi waktu itu saat aku denger langsung dari mami, entah kenapa kebahagiaan dia tentang mempunyai anak bisa sangat terasa buat aku. Aku menikah karena bahagia, Sen. Mangkanya aku bener-bener bahagia saat tuhan kasih aku salah satu pemberiannya.”
Barsena hanya tersenyum mendengar hal itu.
Semasa Kenny mengandung anaknya, Melvin menjadi lebih protektif. Pekerjaannya yang padat itu akhirnya dia longgarkan beberapa agar dia bisa terus bersama Kenny untuk menjaganya. Kenny semakin merasakan cinta Melvin, benar kata mami bahwa kebahagiaan membuat seluruh lelahnya tidak terasa. Tidak hanya Melvin, orang tua mereka pun benar-benar lebih memerhatikan Kenny dan kandungannya, termasuk papa Melvin yang biasanya cuek. Anak itu akan banyak sekali membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekelilingnya. Namun tetap saja, selalu ada rintangan dalam kehidupan ini. Beberapa bulan terlewati, dalam beberapa momen, Melvin dan Kenny merasakan kesulitan-kesulitannya.
Agustus 2019
Melvin terlihat sangat sibuk menyiapkan set foto untuk kliennya sore itu. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“Sayang aku ngidam nih kayaknya.” Ucap Kenny dari panggilan itu.
“Mau apa emangnya?” Melvin sebenarnya agak terkejut mendengar apa yang diucapkan Kenny.
“Bakso.”
“Oke, nanti pulang dari sini aku bawain ya, atau mau makan sekarang? Biar aku pesenin pake ojol.” Melvin sedikit lega mendengar permintaan Kenny yang tidak begitu aneh.
“Bukan gitu. Gak tahu kenapa, aku mau lihat kamu makan bakso pas adzan maghrib.”