Tujuh Bulan Kemudian….
Angin yang berhembus kencang mencoba meniup lembaran kertas yang sedang dibaca oleh seorang wanita di pinggir pantai yang cantik itu, udara kala pagi buta itu sangatlah dingin, dengan busana bohemiannya yang lumayan tebal terlihat senyuman manis lahir berbarengan dengan munculnya sang surya yang mulai menghangatkan bumi. Terlihat wanita itu sepertinya baru saja selesai membaca buku yang lumayan tebal ditandai dengan halaman terakhir yang memiliki kata ‘tamat’ di tengah bawah dan ada garis strip di awal dan di akhir. Saat menyadari matahari mulai muncul dengan indahnya, wanita itu dengan sigap mengambil kamera dan mulai sibuk memotret hingga puluhan menit lamanya.
Saat membereskan potretannya, ia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.
“Sudah lama ya, Sen.”
“Ken…. Sepertinya kamu telah menyelesaikannya.”
“Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Tanya Kenny.
“Semua orang tahu kalau Kenny itu sangat sulit dihubungi, sangat jauh dari interaksi walau teknologi sudah mumpuni untuk membuat aksesnya lebih mudah.”
Kenny tertawa.
“Dihubungi sulit, tapi postingan Instagram beserta segala captionnya yang cantik elit.” Ucap Barsena yang sepertinya sedang menasehati Kenny dengan nada yang kesal.
“Maafkan aku, Sen. Tapi kamu bener, aku menghubungimu karena halaman terakhir itu. Semua hal yang ada di buku itu tidak mengejutkanku karena kamu tidak membuat fiksi-fiksi demi materi, hanya halaman terakhir yang sangat terasa kejutan untukku. Aku kira kamu adalah orang yang berpengalaman dengan segala kondisi yang bisa kamu kontrol sendiri serta tidak perlu belajar apalagi dari orang yang rapuh sepertiku, Sen.”