Pagi itu Kay bergegas. Langkahnya panjang-panjang dan cepat. Ia tak mau terlambat untuk menepati janji bertemu mandor Didin di depan kantor CV Petik Lestari. Setengah berlari ia menapaki jalan setapak menuju kebun cengkeh dengan ceroboh. Sesekali kakinya terantuk batu yang tak tahu malu duduk di tengah jalan. Belukar di kanan kiri jalan dan kerbau yang memanggilnya dari balik kandang tak diperdulikannya. “Ah...maaf teman-teman saya lagi buru-buru, ah...moga aja mereka ga sakit hati” gumam Kay
Sebenarnya ia malas beranjak memenuhi keinginan bu Firly, tapi ia harus memikirkan perasaan dan keadaan bah Wira. Ia tak mau bah Wira terintimidasi oleh perlakuan bu Firly dan mandor Didin. Bah Wira adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa. Ia tak mau kehilangan untuk kesekian kalinya. Ia bersumpah akan menjaga bah Wira sepenuh jiwa dan raganya.
Syukurlah, sesampainya disana, mandor Didin belum terlihat. Justru, mandor Didin yang datang terlambat. Ia baru muncul setelah Kay menunggu kurang lebih 10 menit.
Dengan nafas ngos-ngosan mandor Didin datang tergopoh-gopoh. Tanpa ba-bi-bu dan ucapan salam, ia segera menyerang Kay dengan rangkaian kata tak jelas.
“Kay...kay...non....non..hah...hah...non Rhea su...sudah ada...blum?”
“Apa Pak?” tanya Kay tak mengerti.
“I...itu ...non Rhea sudah datang belum?”
“Oh...non Rhea, saya ga tau pak, mungkin sudah ada di dalam. Dari tadi saya nunggu disini” jawab Kay sekenanya.
“Waduh gawat, jangan-jangan non Rhea sudah datang...waduh gawat ini.”
Kay tersenyum geli, gumam hatinya berceloteh Pantesan aja sering dimarahi bos, kerja kaya gitu, telat mulu.
Kegelisahan mandor Didin terbayar sudah, ketika sebuah audi hitam memasuki gerbang kantor. “Ah...untung aja non Rhea baru dateng...slamet...slamet...” ujarnya pada dirinya sendiri. “Selamat pagi mas, eh...kang atau bapak?” tanya Rhea sedikit kikuk setelah turun dari mobil.
“Selamat pagi non, ah panggil saja saya Kay.”
“Oh ok...ok...kalau begitu kamu panggil saya Rhea, ok?”
“Wah jangan non, saya ga berani, biar saya panggil non saja.”
“Eh ga apa-apa, aku malah suka dipanggil Rhea, kalau dipanggil non aku ga suka.”
“Waduh saya ga berani non”
“Loh kok manggil non lagi, aku marah nih” ancam Rhea.
“Oh...ba..baik kalau begitu non...eh ..Rhea”
“Nah gitu dong kan lebih enak kedengarannya. Eh gimana mang Didin udah siap?” tanyanya pada mandor Didin yang sedari tadi jadi kambing congek.
“Oh sudah...sudah non saya ambil mobil jepp dulu sebentar non.”
Mandor Didin menuju garasi mengambil jepp yang akan digunakan mereka bertiga berkeliling kebun.