“Hah...lima ratus juta? Wah keterlaluan itu mah Mom” teriak David pada ibunya yang menyampaikan hasil negosiasinya dengan Kay.
“Yah ga juga lah kak, harga segitu sebanding dengan hasil yang akan kita peroleh” ujar Rhea pelan.
“Hai kamu anak ingusan jangan ikut campur!” bentak David kasar. Rhea mengkerut. Sudah lama sekali ia ingin hengkang dari keluarga yang menurutnya aneh itu.
“David!” cukup satu kata dari bu Firly sudah mampu menghentikan kekasaran David.
“Ya mom tapi si Kay itu keterlaluan, masa lima ratus juta?”
“Ya dia bilang itu juga kalau kita mau, kalau nggak ya ga apa-apa” beber bu Firly.
“Wah kurang ajar tu orang, dia ga tahu sedang berhadapan dengan siapa.” geram David.
“Tapi kita ga punya pilihan lain, Vid coba ambil laporan produksi kita, itu tuh map biru deket kamu.” perintah bu Firly. David beranjak dan menyerahkannya pada ibunya.
“Nih liat Vid, produksi kita terus menurun. Kamu ingat kita sudah coba berbagai cara, bukannya meningkat, produksi kita malah makin turun dan itu ga murah Vid , sudah lebih dari 2,5 milyar kita keluarkan sia-sia.
“Iya moms tapi lima ratus juta itu keterlaluan moms. Lima ratus itu baru untuk dia, nah untuk pembelian bahan dan proses pembuatannya kan masih butuh biaya lagi moms?”
“Yah...moms ngerti, tapi memangnya kamu punya ide lain?”
“Sebentar moms, gimana kalau kita rekrut saja dia jadi karyawan, kita kasih jabatan kecil kaya supervisor gitu, kita gaji dan kita ga harus keluar uang lima ratus juta, gimana moms?”
“Ah itu lagi, itu sih sudah moms lakukan, tapi dia menolak.”
“Hah menolak? Bener-bener kurang ajar dia itu.”
“Ehm mungkin jabatannya kerendahan moms.” Tiba-tiba Rhea bersuara.
“Maksud kamu Rhe?” tanya ibu Firly.
“Mungkin kalau jabatan manajer produksi lebih pantas buat dia.” ujar Rhea ragu.
“Hah...sok tahu kamu Rhe, masak anak kampung yang baru masuk kaya dia udah langsung kita kasih jabatan manajer.” lagi David dengan nada tinggi.
“Ah...tak apalah Vid, asal dia mau jadi manajer produksi sih ga apa-apalah.” ujar bu Firly datar.
“Terus si mang Didin kita kemanain moms?” tanya David.
“Ya kita jadiin supervisor lah anggap aja itu hukuman atas kinerja dia yang asal-asalan.” Rhea yang menjawab.
“Kamu itu Rhe, sudah diem ajalah, kamu ga ngerti persoalan Rhe!” lagi David membentak.
“Adik kamu benar Vid, mungkin jabatan yang moms tawarin kerendahan. Tapi si Kay itu kemaren bilang ga tertarik jadi karyawan, dia bilang mending jadi kepala ayam dari pada buntut kerbau.” papar bu Firly.
“Waduh susah kalau gitu moms.”
Hening sejenak merajai udara di ruangan direktur itu. Sampai David yang terbiasa berpat- gulipat menemukan sebuah cara.
“Gimana kalau gini moms. Kita tekan si bah Wira. Gimanapun si bah Wira kan kakeknya si Kay meski cuma kakek jauh.” ujar David vulgar.
“Tekan gimana maksud kamu Vid?” tanya bu Firly
“Ya kita panggil si bah Wira, kita paksa dia buat bujukin si Kay. Si Kay pasti kelepek-kelepek lah moms.” beber David angkuh. Rhea menunduk, ia sudah hafal betul sifat kakaknya yang culas sejak kecil dulu.
“Wah boleh juga tuh ide kamu. Din...Din...!” teriaknya memanggil mandor Didin. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu dia lakukan, karena mandor Didin sedari tadi duduk di kursi meja lain masih di ruangan itu. Sedari tadi mang Didin menyimak dan membersitkan marah ketika Rhea bermaksud mendepaknya.
“Ya...ya...nyonya.”
“Sekarang kamu panggil bah Wira kesini cepat!”
“A...ada apa nyonya?”
“Ih kamu ini pake nanya segala, sudah sana cepet panggil kesini!”
“Ba...baik nyonya.”
*****
“Abah ga maksa Kay, semua terserah kamu. Abah hanya menyampaikan keinginan bu Firly” ujar abah Wira lemah.
“Iya bah terimakasih, Kay ngerti kok.”
“Iya terserah kamu Kay, jangan sampai kamu merasa terpaksa.”
“Ga ko Bah...Kay ga terpaksa. Kay terima tawaran bu Firly.”
“Syukurlah kalo begitu, abah ke mushola dulu ya.”
“Iya...iya Bah, ntar Kay nyusul.”
Kay sedang berdusta. Sebenarnya ia sedikitpun tak berminat untuk bekerja di CV Petik Lestari. Ia masih Kay yang dulu, Kay yang memegang prinsip lebih baik menjadi kepala ayam dari pada jadi buntut kerbau. Tapi ia tahu dari perbincangan mandor Didin dengan abah Wira, bahwa dibalik tawaran bu Firly terdapat ancaman akan keselamatan abah Wira.
Kay tak mungkin melupakan jasa baik bah Wira. Ia adalah malaikat penolong Kay dan kerabat satu-satunya yang tersisa. Ia menerima tawaran bu Firly semata demi keselamatan bah Wira. Terlintas desir amarah untuk menuntaskan dendam, tapi segera ia tepis. Pesan bah Wira dan om Reza kembali menggaung di hatinya.
Ia tak mau jadi mahluk tak tahu diri. Ia tak mau kehilangan lagi untuk kesekian kalinya. Ia bersumpah akan menjaga abah Wira dengan segenap jiwa dan raganya. Ia akan mengorbankan apapun demi bah Wira. Bahkan ia rela mengorbankan perasaannya. Ia yang tak sudi bekerja untuk keluarga pembunuh ayah dan ibunya , harus merelakan kebenciannya demi bah Wira. Ia tak akan biarkan bah Wira bersedih, ia bercita-cita akan membahagiakan bah Wira sepenuh hati.
Semenjak itu, Kay mantan CEO Seqouia, perusahaan international, jadi karyawan CV Petik Lestari, tepatnya sebagai manajer produksi menggantikan mandor Didin yang diturunkan jabatannya menjadi seorang supervisor. Mandor Didin memendam benci pada Kay. Ia yang sudah bekerja puluhan tahun dan mengabdi pada perusahaan sejak masih dipimpin pak Firly diperlakukan seperti itu oleh keluarga aneh itu. Dengan berbagai cara ia mencoba mencari-cari kesalahan Kay. Salah satunya dengan menggelar sebuah dergama, Ia melempar fitnah pada Kay.