“Apa kamu punya mimpi?” tanya ayahnya. Sesuatu hal yang tidak pernah dia bayangkan. Lagipula, dia tidak paham, apa mimpi yang dimaksud ayahnya.
Dia memperhatikan apa yang dilakukan ayahnya. Bumbu-bumbu telah siap dalam mangkuk-mangkuk kecil di atas meja. Bumbu rempah yang disiapkan ayahnya untuk memasak kali ini hanya sedikit. Hari ini, ayahnya ingin mengajarinya memasak dengan memperkenalkan bumbu rempah yang sering kali dia gunakan. Pelajaran memasaknya yang pertama adalah mengenal bumbu. Sebelumnya, dia hanya melihat sang ayah meracik dan tidak tahu apa saja nama-namanya.
Sering kali di tengah-tengah tugasnya mencuci perabot, dia mencuri pandang dan dengar tentang bumbu-bumbu yang digunakan ayahnya untuk memasak. Namun saat dia ketahuan, sang ayah pasti memarahinya. Bukan karena dia tidak boleh belajar, melainkan hal itu membuatnya tidak fokus pada apa yang sedang dikerjakannya. Ayahnya pernah memperingatkan bahwa perabotan yang tidak bersih akan merusak cita rasa. Dengan alasan itu, dia harus mencuci perabotan sampai benar-benar bersih. Namun lambat laun dia melihat ketertarikan anaknya sangat kuat. Dia pun memutuskan mengajari anaknya memasak.
“Kamu harus memiliki mimpi. Namun jangan berambisi. Ikuti saja kata hatimu. Bulatkan tekatmu dan raihlah perlahan. Nikmati setiap prosesnya!” kata ayahnya lagi.