Sandra bolak-balik mengelilingi area yang dia yakini menjadi lokasi parkir motornya. Dan benar, motor itu pun ketemu. Dia segera bersiap untuk meninggalkan area mall. Keluar dari pintu parkir, Sandra melihat Abi berdiri di pinggir jalan bersama seorang pria tinggi yang mengenakan topi.
“Abi,” panggil Sandra lalu berhenti di depan Abi.
“Eh, Sandra. Kamu mau pulang ya?” tanya Abi, begitu melihat kedatangan Sandra.
“Iya.”
“Boleh minta tolong?” belum sempat Abi menyahut, pria yang berdiri di sampingnya sudah menyela yang ternyata adalah Arman.
“Tolong apa?” tanya Sandra.
“Bisa minta tolong sebentar buat antar ke hotel?” Arman mengutarakan maksudnya tanpa basa-basi. Dalam hati, Abi hanya bergumam, orang kota tidak ada basa-basinya. “Hotel Ibis. Tidak jauh dari sini, kan?”
“Tolong, ya, San? Mobil jemputannya lagi mogok. Taksinya juga lama.”
“Baiklah!”
“Kamu ada helm lagi?” tanya Arman.
“Tidak. Hanya ada satu,” jawab Sandra. “Jangan khawatir. Saya tahu jalan alternatif.”
“Oke!” jawab Arman, tegas. “Tolong ya?”
Awan hitam yang menggelantung mulai menurunkan gerimis. Titik-titik air hujan mulai berjatuhan dari langit. Arman pun segera naik ke boncengan. Mereka berpamitan pada Abi dan segera meluncur menuju Hotel Ibis. Dengan pengetahuannya tentang rute jalan di Kota Solo, Sandra memilih jalan-jalan kampung yang terhindar dari jalan utama. Biasanya sering ada polisi jaga atau patroli di beberapa titik di jalan utama Slamet Riyadi. Jarak antara Solo Paragon Mall dengan Hotel Ibis memang tak jauh jika melalui jalan utama. Namun kali ini, Sandra perlu waktu lebih untuk sampai ke tujuan. Hujan yang semakin deras dan angin yang semakin kencang dengan disertai suara gemuruh membuat Sandra mempercepat laju kendaraannya. Tepat saat Sandra sampai di kanopi pintu masuk Hotel Ibis, hujan turun semakin lebat dan disertai angin kencang. Tak heran jika hujan turun sedemikian rupa melihat mendung yang begitu gelap tergantung di atap langit sedari tadi. Jam baru menunjukkan pukul empat sore, namun suasananya sudah seperti malam hari. Perasaan Sandra menjadi tidak enak dan pandangannya menyorotkan rasa khawatir.
“Masuk saja dulu. Tidak mungkin kan kamu memaksa pulang dengan cuaca yang seperti ini,” kata Arman pada Sandra.
Tak ada pilihan. Tidak mungkin Sandra akan diam di bawah kanopi, menunggu hingga hujan reda. Wajah Sandra agak pucat dan terlihat tegang. Pandangannya hampir tak lepas dari langit.
“Chef.. Aku mau parkir motor dulu,” katanya dengan kikuk.
Arman memanggil salah satu petugas hotel dan memintanya memarkirkan motor Sandra.
“Tolong diparkirkan, ya? Saya tunggu di restoran.”
Pikiran Sandra tidak fokus. Ketika petugas itu meminta motor Sandra beserta helmnya, dia malah memperlihatkan pandangan kosong. Petugas itu mengulangi kata-katanya dan Sandra baru sadar, lalu memberikan helm yang masih ada di kepalanya.
“Ayo masuk,” Arman mengajak Sandra masuk ke dalam. Mereka berjalan melewati lobi, lalu menuju restoran dan duduk di salah satu meja di tepi dinding kaca. Dinding itu membatasi restoran dan kolam renang yang letaknya di bawah, menyajikan pemandangan yang unik bagi pengunjung restoran.