Seorang pria bertopi menabrak Arman saat mereka berpapasan. Pria itu menganggukkan kepalanya dan mengatakan permintaan maaf dengan suara yang teramat pelan, namun hal itu tak dihiraukan Arman. Dia berlalu begitu saja sementara pria itu berjalan menghampiri Sandra.
“J?” Sandra keheranan dengan kedatangan pria itu yang dengan sangat tiba-tiba.
Pria itu duduk di depan Sandra dan memandanginya sambil menyunggingkan senyuman.
“Kamu masih di sini? Belum waktunya pulang, kah?” rona wajah bahagia tak mampu disembunyikan Sandra dari Jendra.
“Sudah. Gara-gara kamu!”
“Aku?” Sandra tidak mengerti.
“Hahaha.. hanya bercanda. Aku lihat kamu di sini. Apa kamu mau menjemputku?”
Sandra menyadari sesuatu. Jendra bekerja di tempat ini. Dan sore ini dia datang ke tempat ini untuk mengantarkan seseorang. Lalu sekarang, dia bertemu dengan Jendra di sini. Melihat ekspresi wajah Sandra, Jendra pun paham kenapa dia ada di sini.
“Ah.. ternyata aku salah.”
“Bukan begitu, J. Aku mengantar seorang teman. Di luar hujan dan.. aku belum berani pulang.”
“Ya, I know. Aku paham.”
Trauma yang dialami Sandra tampaknya membekas terlalu dalam, hingga usahanya untuk menyembuhkan diri belum sepenuhnya berhasil. Jendra sangat paham saat melihat Sandra berlindung di bawah meja tadi.
“Jadi..kenapa kamu belum pulang?” tanya Sandra, mengalihkan pembicaraan. “Mau pulang denganku?”
“Tentu saja. O ya,melihatmu di sini aku jadi ingat sesuatu. Ada yang ingin aku katakan padamu.”
“Apa?”
Suasana jadi berubah tegang seketika dengan ekspresi wajah Jendra yang tegang pula.
“Ehem.. Hmmm.. apakah kamu mau jadi istriku?” goda Jendra, sambil tersenyum pada Sandra.