KALA SENJA

R. R. Danasmoro
Chapter #14

BAB 13

Pohon Mei Hwa sudah terpajang, lengkap dengan segala pernak-pernik hiasannya. Bunga-bunga Mei Hwa bermekaran berwarna merah muda. Di setiap ranting tergantung amplop-amplop angpao merah. Berbagai masakan khas hari raya Imlek melengkapi meja makan. Makanan khas seperti kue keranjang tak pernah sekalipun terlewatkan.

“Nenek!” panggil Arman kecil, agak berbisik. Neneknya yang sedang mengambil air minum di kulkas pun menoleh, mencari sumber suara. Dilihatnya Arman sedang berada di balik pintu. “Sini!” suruhnya. Heran dengan tingkah cucunya itu, dia pun menghampiri.

“Kamu sedang apa di situ?” tanya neneknya, penasaran. “Badan segede itu sembunyi di balik pintu. Nanti kepenyet badan kamu!” goda neneknya.

Tubuh Arman tergolong bongsor dan gemuk untuk anak usia sepuluh tahun. Banyak teman-temannya di sekolah yang memiliki ukuran tubuh jauh lebih kecil. Dengan ukuran tubuh sebesar itu, bersembunyi di belakang pintu bukanlah tempat yang tepat untuk menyembunyikan dirinya.

“Nenek kok bilang begitu?”

“Habisnya badan sebesar itu kenapa sembunyi di belakang pintu?”

“Arman kira tadi mama.”

“Memangnya kenapa kalau tadi mama yang kemari?”

Meskipun tidak yakin, Arman mengeluarkan sesuatu yang dia sembunyikan. Seplastik kue keranjang.

“Buat apa kamu bawa kue keranjang sebanyak ini?” Neneknya semakin heran dengan tingkah cucunya ini.

Arman takut jika dimarahi mamanya. Karena itu dia menyembunyikan kue keranjang yang dia ambil tanpa sepengatahuan mamanya itu.

“Aku mau kasih kue ini buat Senja. Tapi mama tidak tahu, Nek.”

Arman menyimpan harap di dalam hati. Neneknya cukup paham dengan maksud Arman. Dia melihat persahabatan mereka sejak pertama Senja dan keluarganya datang ke ladang, meminta pekerjaan pada suaminya.

Pagi itu dia dan suaminya sedang memeriksa kebun singkong dengan membawa serta Arman dan Jendra. Masa liburan kedua bocah itu dihabiskan di rumah mereka. Arman senang bisa kembali lagi ke rumah kakek dan neneknya, sama seperti dulu. Usaha yang dirintis ayahnya di Surabaya membuat mereka harus pindah ke kota itu. Sekarang saat usahanya bertambah pesat, kesibukan menyita sebagian besar waktu orang tua Arman. Akibatnya dia menjadi kurang mendapatkan perhatian. Kakak Arman yang sudah lulus sekolah menengah atas memilih untuk meneruskan sekolah kuliner di luar negeri.

“Biar Arman tinggal dengan kami saja,” pinta Nenek Arman. “Kalian urus saja usaha kalian itu. Aku tidak mau cucuku diasuh sama pembantu.”

“Mama tidak keberatan?” tanya Ayah Arman.

“Akan lebih baik jika dia di sini.”

Lihat selengkapnya