Setiap orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Satu orang dengan pekerjaan yang berbeda-beda membuat suasana dapur menjadi begitu ribut oleh suara aduan wajan dengan spatula, duet pisau dengan papan kayu, desisan bumbu yang bersentuhan dengan minyak panas, serta dentangan sendok sayur yang menyentuh panci.
Aroma mulai menguap, keluar dari panci-panci berisi sup serta tumisan bumbu-bumbu. Persiapan sebelum restoran buka menjadi kegiatan yang selalu dilakukan. Para chef muda memulai pelajarannya dari hal terkecil seperti mencuci piring. Hal sepele yang bagi kebanyakan orang dianggap pekerjaan rendahan. Namun sebenarnya, kebersihan tempat makan serta alat memasak menjadi salah satu hal yang terpenting untuk menciptakan hidangan yang enak dan sehat. Setiap commis atau pegawai magang belajar dari bawah. Mereka harus memahami arti penting dari setiap aspek kecil yang menunjang di dunia memasak dan dapur profesional. Standar yang harus dicapai tidak hanya dari produk yang dihasilkan, namun juga proses yang diterapkan. Karena itu, setiap dapur profesional harus memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawas Kesehatan dan Kelayakan Tempat Usaha Pangan.
Arman memasuki dapur dan melihat setiap pegawainya sibuk dengan tugas mereka. Beberapa melihat kehadiranya dan menyapa.
“Selamat pagi, Chef!”
“Pagi!” balasnya. Arman berkeliling memeriksa pekerjaan mereka satu-persatu dan melihat ke catatan yang sedari tadi dipegangnya. “Everybody please, line up!” suruhnya, lalu setiap orang berbaris di samping station dan menghadap Arman. “Selamat pagi semuanya!”
“Pagi, Chef!”
“Hari ini saya yang akan memimpin dapur untuk satu bulan ke depan,” jelas Arman, dan membuat hampir semua orang senang. “Dan tentu saja, saya tidak akan bekerja sendiri. Kita semua akan bekerja bersama-sama untuk kelangsungan restoran ini. Dan untuk siswa magang, kalian akan belajar banyak hal di sini. Pelajari dengan baik semua yang perlu kalian ketahui. Tidak boleh ada kesalahan selama service. Apapun yang tidak kalian ketahui, tanyakan! Kalian dan bahkan kita, tidak boleh mengecewakan pelanggan. Chef Adam!” panggil Arman.
“Ya, Chef!”
“Kamu yang akan menjadi supervisor untuk para siswa magang. Di akhir waktu, saya yang akan mengevaluasi. Ingat! Satu atau dua kali kesalahan masih akan dimaafkan. Tapi tidak untuk yang ketiga kali dan seterusnya. Itu artinya kalian tidak belajar dengan baik. Tidak ada toleransi untuk makanan gosong atau pun yang terbuang. Saya tidak ingin ada makanan yang sia-sia. Paham?”
“Ya, Chef!” sahut semuanya, kompak.
“Sekarang silahkan kembali bekerja.”
Mereka bubar dan kembali ke tugas mereka. Chef Adam mengajak para siswa magang untuk briefing singkat di dekat pintu dapur. Tiga orang siswa magang mendengarkan dengan seksama setiap instruksi yang diberikan Chef Adam. Setelah itu mereka pun melakukan tugas yang sudah diberikan oleh sang supervisor.
Arman kembali ke ruang kerjanya saat Irene memasuki restoran dari pintu depan. Dia melihat sekilas sebelum Arman masuk ke dalam dan segera mengikuti. Wajah Irene tampak bahagia karena sudah cukup lama tidak melihat Arman kembali ke restoran ini.
Arman tidak memperhatikan kehadiran Irene. Dia sibuk dengan daftar dan catatan yang tergeletak di atas meja.
“Selamat pagi, Sayang!” sapa Irene.
“Pagi!” balasnya tanpa sedikitpun memandang Irene.
“Kamu mengacuhkan aku,” keluh Irene, sambil memperlihatkan wajah cemberut.
“Please! Ini bukan saatnya untuk berdebat, darl. Banyak hal yang harus aku selesaikan.”
Arman lalu membereskan catatannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Dia keluar dari ruang kerjanya dan masuk ke dapur. Irene mengikuti dari belakang sambil menahan perasaan kesal.
“Ada yang ingin aku bicarakan, Sayang!”
“Tidak sekarang, Irene.”
“Tapi..”
“After service! Nanti setelah makan siang. Kita akan bicara.”
Irene meninggalkan dapur dengan perasaan yang bertambah dongkol. Semua pegawai merasa heran dengan adegan yang tersaji pagi ini. Mereka sempat terpaku dan diam.
“Kembali bekerja!”