Kamis malam. Halaman parkir mobil Balai Soedjatmoko Solo sudah penuh dengan kursi-kursi. Sebuah event sedang digelar di sana. Tenda berwarna merah menaungi kursi-kursi itu. Teras Balai menjadi panggung utama, dihiasi dengan ornamen-ornamen bergambar wayang, janur kuning dan yang cukup menaril adalah sebuah kursi berukir di tengah-tengah panggung yang kanan-kirinya dihiasi dengan kembar mayang. Orang-orang mulai berdatangan memenuhi kursi-kursi yang sudah disediakan. Suara musik mulai terdengar, mengalunkan gendhing-gendhing Jawa khas acara hajatan. Seorang wanita dalam balutan kebaya lengkap dengan sanggul menyalami setiap tamu yang baru saja datang. Di belakangnya seorang pria dalam pakaian beskap lengkap sedang membenahi blangkonnya.
Semua tamu memakai pakaian batik. Kemeja batik, gaun batik, dan kain batik beserta kebaya. Tak hanya tamu dewasa, namun juga anak-anak yang juga dalam balutan batik. Sambil menunggu acara dimulai, para tamu duduk dan bercengkerama dengan sesamanya. Seorang wanita yang sedang duduk sendiri tampak sedang bicara pada seseorang melalui ponsel. Tak berapa lama, lalu dia mematikan ponselnya. Sesaat kemudia, seorang wanita yang memakai celana panjang hitam serta baju batik mendekatinya.
“Sandra!” sapa wanita itu, yang rupanya Desiana. Dia menyapa Sandra yang baru saja datang.
“Hai. Belum mulai?” tanya Sandra, basa-basi.
“Belum,” jawab Desiana. Dia lalu mengambil sebuah goody bag yang ada di samping kursinya. “Ini,” katanya, lalu menyerahkan goody bag itu. “Paketnya ada di dalam juga, sekalian sama pesanan kamu.”
“Terima kasih,” ucap Sandra dan menerimanya.
Sandra melihat ke dalam goody bag, mengeluarkan sebuah kotak besar yang ada di dalamnya. Segera dia mencari tempat duduk. Sebentar lagi acara dimulai. Sandra mencari tempat yang strategis untuk menikmati pertunjukkan malam ini. dia meletakkan goodybag di kursi kosong sebelah kirinya. Kursi-kursi tamu sudah hampir penuh. Tamu-tamu mulai mencari kursi kosong yang bisa diduduki.
“Maaf, sudah ada yang menempati!” kata Sandra, saat seorang wanita hendak menduduki kursi di sebelah kirinya itu. Dia melirik ke jam tangannya yang menunjukkan pukul 19.45. Pembawa acara mulai memasuki panggung dan membuka acara malam ini. Sandra memperhatikan kedua pembawa acara yang sangat atraktif itu. Keduanya dengan lugas berbicara di depan para hadirin dan berinteraksi dengan kocak.
“Sudah ada yang menempati?” tanya sebuah suara, yang lalu mengalihkan perhatiannya.
“Ohh, hai J! Aku kira kamu tidak jadi datang,” kata Sandra, lalu memindahkan goodybagnya. Jendra duduk di sebelah Sandra. Malam ini dia memakai celana jins dan baju batik. Lengan panjang baju batiknya dia gulung, yang kemudian menjadi perhatian Sandra.
“You can’t do this!” katanya, lalu melepas gulungan lengan baju Jendra.
“Tapi..”
“Itu tidak sopan. Baju batik tidak bisa diperlakukan demikian.”
“Baiklah.”
Sandra melepas gulungan kedua lengan baju Jendra dan merapikannya. Ini pertama kalinya Jendra memakai baju batik. Dia tidak begitu suka dengan kemeja lengan panjang. Sering kali dia menggulung lengannya. Namun rupanya, tak semua kemeja lengan panjang bisa dipakai dengan gaya seperti itu.
Penampil pertama sudah mulai menunjukkan kebolehannya. Sekumpulan anak-anak dari salah satu sanggar tari di Solo menyajikan sebuah tarian yang dipadukan dengan nyanyian. Rata-rata umur mereka antara enam hingga delapan tahun. Tingkah polah mereka lucu dan menggemaskan. Tak henti-hentinya Sandra dan beberapa penonton tertawa saat mereka beradegan lucu.