Jam sembilan pagi, langit Kota Jakarta terlihat cukup cerah di musim penghujan. Masih terlalu pagi untuk sebagian orang. Dan sudah cukup siang bagi yang ingin meraih impian. Cuaca yang sering kali tak menentu membuat kebanyakan orang mudah terserang penyakit. Daya tahan tubuh yang tidak kuat serta konsumsi makanan yang tidak sehat serta teratur menjadi pemicu utama. Penyakit-penyakit yang umum menjangkit seperti flu dan batuk banyak diderita mereka yang tidak menjaga tubuhnya dengan baik. Dan rupanya, penyakit ini pula yang sedang menjangkit Arman.
“Hatciiihh!” bersin Arman sudah tak tertahankan lagi. Dia lalu bangkit dari ranjangnya dan duduk bersandarkan bantal. Seorang perempuan paruh baya datang membawakan sarapan. Sup ayam, jus jeruk dan obat tersaji di atas nampan yang dia bawa.
“Makin parah sakitmu itu,” katanya, sambil meletakkan nampannya di atas meja di samping tempat tidur.
“Tidak apa-apa kok, Ma. Sebentar lagi juga sembuh,” Arman menanggapi. “Mama hari ini jadi menyusul Papa ke Aussie?”
“Harusnya begitu. Tapi kalau keadaanmu seperti ini Mama jadi tidak tega. Apa Mama undur saja keberangkatannya?”
“I’m okay,” Arman berusaha menenangkan ibunya. “Flu ini tidak akan mengalahkan anak Mama. Sebentar lagi juga sembuh.”
“Mama tahu. Tapi tetap saja Mama khawatir.”
Arman mengambil mangkuk sup dan mulai menikmati hidangannya.
“Masakan Mama enak. Terima kasih ya, Ma?”
“Sama-sama.”
Arman masih menikmati sup ayamnya sementara ibunya membereskan kamar. Pakaian kotor dia singkirkan dan merapikan meja yang sedikit berantakan. Dia lalu menemukan kertas yang dipenuhi tulisan dan coretan di atas meja kerja Arman. Perempuan paruh baya itu memungutnya dan membaca setiap tulisan yang digoreskan di atasnya. Tak hanya angka, namun deretan angka-angka juga tertera di sana.
“Kamu lagi belajar berhitung atau apa?”
Arman menoleh, dan melihat ibunya yang memandang ke arahnya dengan masih memegang secarik kertas yang baru saja dia temukan. Lalu Arman menyadari sesuatu.
“Oh,, bukan, Ma. Hanya teka-teki.”
“Sudah kamu pecahkan?”
Arman menggeleng, lalu menyuapkan sendok terakhir ke dalam mulutnya. Mangkuk itu dia letakkan kembali ke atas nampan. Dia kemudian meminum jusnya dan bangkit dari tempat tidur menyusul ibunya.
“Sudah lebih dari satu minggu aku dapat, tapi masih belum menemukan jawabannya. Masih belum terpecahkan. Aku pikir itu mungkin anagram. Seseorang memberitahuku tentang itu. Lalu aku coba otak-atik, tapi tidak menemukan makna apa-apa. Tapi ketika aku berpikir lagi, apa hubungannya anagram dengan nomor telepon.”
“Memangnya siapa yang memberimu teka-teki ini?”
Arman tampak tidak yakin untuk menjawab.
“Seorang teman,” jawabnya.
“Kamu sudah coba cari-cari informasi di internet?”
“Sudah, Ma. Tapi yang ini tampaknya tidak termasuk dari salah satu kode-kode yang aku temukan di internet. Misalnya ini..” Arman mengambil kertas yang dipegang ibunya. Dia lalu menuliskan sesuatu di atasnya. “Kata ALIEGHIERI ini jika ditulis dengan kode ROT1, hasilnya jadi seperti ini..” Arman menuliskan hasilnya di bawah kata ALIGHIERI yang tadi dia tuliskan. Dia menuliskan ZKHFGHDQH tepat di bawahnya. “..kata ini tidak ada artinya. Aku juga sudah mencobanya dengan kode-kode lainnya yang aku tahu. Transposisi, Vigenere, True Code. Sejauh ini hanya itu yang aku tahu dan yang aku pikir memiliki hubungan dengan angka.” Arman mendesah, terdengar seperti sebuah keputusasaan.
“What is it about?” tanya ibunya.
“Mak..sudnya?” Arman kebingungan dengan pertanyaan itu.