Arman terkulai lemas di atas tempat tidurnya. Kian hari restoran kian ramai, seperti yang diharapkannya. Namun di sisi lain, dia kembali merasakan lelah yang sudah lama hilang. Konsekuensi yang memang harus ditanggungnya. Sekian tahun bersama Jendra telah banyak memberikan pelajaran yang berharga tentang kehidupan pribadi maupun di bidang kuliner. Rasa kagumnya dengan sosok Jendra sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, ketika mereka pertama kali bertemu di restoran milik ayahnya. Seorang anak yang pekerja keras, dan gigih dalam belajar.
Jendra selalu totalitas dalam mempelajari sesuatu. Saat di dapur, ketika ayahnya mengajarkan sesuatu padanya, Jendra amat serius dalam belajar. Pernah Arman melihat ayah Jendra marah-marah karena dia tidak membersihkan perabot dengan benar. Pelajaran yang berharga, yang Arman dengar ketika ayah Jendra mengatakan bahwa kualiatas makanan akan berkurang jika alat yang digunakan untuk memasak dan perabot untuk menghidangkan tidak dicuci dengan benar. Setiap Arman ke restoran ayahnya, dia selalu pergi ke dapur mencari Jendra untuk mengajaknya bermain. Namun ajakannya tak pernah digubris. Jendra selalu sibuk belajar tentang teknik memasak. Untuk anak umur sembilan tahun, Jendra sangat berbeda dari kebanyakan anak seusianya.
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Dari Jendra, yang mengatakan kalau Sandra sudah berangkat ke Solo. Arman meletakkan ponselnya dan kembali dalam lamunan kenangan bersama sahabat karibnya. Arman menyadari satu hal bahwa dalam dunia chef dia tak pernah lebih baik dari Jendra. Dia selalu kalah. Lalu dia juga berpikir, apakah kali ini dia akan kalah juga soal perempuan? Selama mengenal Jendra, dia tidak pernah melihat sahabatnya itu memiliki seorang kekasih. Tak pernah sekalipun dia melihat Jendra bersama perempuan. Beberapa kali dikenalkan pada teman perempuannya, tak satu pun yang menarik hatinya. Arman sangat heran dengan sikapnya itu. Bahkan dia mengira kalau Jendra itu gay.
Pertanyaan dan keheranan itu berputar di kepala Arman. Malam ini dia terlihat lain pada Sandra. Keakraban yang ditunjukkan pada Sandra sangat berbeda dari yang pernah dia lihat saat diperkenalkan dengan teman-temannya. Jendra memang pernah berada di Solo dan bekerja cukup lama di sana. Apa tidak mungkin jika mereka pernah bertemu?
Arman menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kepalanya tak bisa berhenti memikirkan hal-hal yang tidak biasa antara Sandra dan Jendra. Lalu dia ingat sesuatu. Dia pun bangkit dari tempat tidurnya dan mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Sebuah tas ransel yang sering kali dia bawa untuk perjalanan singkat.
“This is it!” soraknya, sambil mengeluarkan sebuah buku.