Seluruh keluarga tengah berkumpul di J&A Restaurant. Hari ini restoran hanya dibuka untuk keluarga Arman dan Irene. Beberapa pegawai diliburkan dan begitu juga dengan staf dapur. Malam ini, Ibu Arman ingin mengundang keluarga Irene untuk makan malam bersama. Ayah Arman sedang berkunjung di Jakarta dan dia tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Sesilia Suranto sangat menyukai Irene. Dari sudut pandangnya, Irene adalah tipe menantu idaman. Dia cantik, pintar dan bisa menjalankan bisnis, sama seperti dirinya. Kemampuan semacam itu tidak banyak dimiliki perempuan masa kini. Melihat potensi Irene yang pas untuk menjadi pewaris bisnisnya kelak, dia ingin segera secara resmi memberikan arahan pada perempuan yang didaulat sebagai calon menantunya itu.
Sebelum kedua orang tua Irene datang, Sesilia sudah datang terlebih dahulu di restoran. Sama seperti hari-hari sebelumnya, dia tidak menyukai keberadaan Jendra di tempat itu.
“Sampai kapan kamu akan jadi parasit di keluarga saya?” tanyanya saat berpapasan dengan Jendra di lorong menuju dapur.
Jendra berhenti. Dia berdiri tepat di hadapan perempuan paruh baya yang sedari kecil tak pernah berhenti mengganggu hidupnya dengan kata-kata kasar. Ejekan-ejekan semacam itu sering kali dia terima dari mulutnya. Tentu saja dia tesinggung. Jelas bukan dia yang selama ini butuh bantuan. Dalam hati, Jendra hanya bisa mengumpat. Dia tidak ingin ada keributan. Begitulah yang selalu dipesankan ayahnya. Namun terkadang, kata-kata perempuan itu terlampau sulit untuk dimaklumi. Kadang emosinya siap meledak jika saja tidak ada yang meredam.
“Kita lihat saja nanti,” balas Jendra.
Sesilia Suranto hendak melanjutkan kata-katanya, namun terpaksa dia telan kembali karena Arman datang mendekat.
“Ma, keluarga Irene sudah datang,” katanya anak bungsunya itu.
“Masak yang enak, Jendra,” pesannya, kemudian berlalu dari hadapan Jendra.
“Semuanya baik-baik saja, Jen?” tanya Arman.
“Ya. I’ll go back to work. Banyak tamu spesial malam ini,” sahut Jendra, menutupi emosi yang masih bergejolak di dadanya.
Arman berjalan mendekati Jendra. Wajahnya tampak sangat tidak bahagia. Kesuraman sepertinya sedang menyelimuti hidup Arman saat ini. Jendra tahu benar dengan sikap Arman. Masalah yang dia hadapi sekarang pastilah karena Irene. Kerenggangan hubungannya dengan Irene sudah sangat kentara. Dan malam ini dua keluarga akan bertemu. Pantas saja Arman terlihat begitu gelisah.
“Aku tidak yakin ini bisa berjalan dengan baik, Jen,” katanya kemudian.
“Ikuti saja kata hatimu,” sahur Jendra.
Arman menatap mata karibnya itu. Jendra memang benar. Setiap kali dia mengikuti kata hatinya, semuanya terasa baik-baik saja dan nyaman baginya.
“Tapi ini sudah semakin jauh.”