Kembali pada ketenangan padepokan yang selalu menjadi obat dari kesibukan dan kebisingan Kota Solo yang kadang membuat Sandra lelah. Lelah secara fisik maupun mental. Satu bulan lebih berada di Jakarta membuat dia mengalami kelelahan yang berlipat. Setelah kembali ke padepokan, dia bisa berkonsentrasi pada persiapannya sebagai salah satu penari dua puluh empat jam. Satu hari satu malam, dia tidak akan tidur. Olah raga setiap pagi menjadi menu sarapan yang tidak boleh dilewatkan. Selepas azan subuh, dia berlari meninggalkan padepokan dan menuju desa-desa di sekitar. Setiap hari, sejauh sepuluh kilometer dia berlari untuk melatih ketahanan fisiknya. Meskipun tak sepenuhnya berlari, yang kadang dia selingi dengan jalan santai, jarak yang dia tempuh setiap harinya sangat membantu menjaga kebugaran tubuhnya. Menginjak jam enam pagi, dia sudah sampai di padepokan lagi.
“Kak Sandra, tadi ada telepon dari Kak Jendra,” kata Ratih begitu Sandra sampai di padepokan. Ratih menyodorkan segelas air putih padanya. Hanya sekejap, air itu sudah ludes masuk ke dalam perut Sandra.
“Tadi? Jam berapa?” tanya Sandra.
“Setengah enam.”
“Pagi sekali.”