Hiruk pikuk suara musik sudah terdengar sedari pagi. Jam enam pagi semua orang sudah berkumpul di halaman Rektorat ISI Surakarta dalam pembukaan acara Tari 24 jam untuk memperingati Hari Tari Dunia. Komplek kampus ISI Kentingan dipenuhi para penampil dan pengunjung untuk menyaksikan pertunjukkan yang digelar rutin setiap tahunnya itu. Halaman rektorat menjadi lokasi pembukaan. Ada beberapa lokasi di komplek kampus yang digunakan sebagai venue seperti halaman depan Rektorat ISI, Teater Besar, Pendopo, Panggung Terbuka, Gedung F dan lapangan parkir Teater Kecil.
Meskipun diperingati rutin oleh ISI Surakarta, namun peserta yang berpartisipasi dalam acara itu tidak hanya dari mahasiswa dan penggiat di kalangan ISI saja. Penampil dari berbagai daerah di Indonesia serta luar negeri ikut memeriahkan acara. Digelar selama dua puluh empat tanpa henti, Tari 24 Jam menjadi daya tarik pariwisata Kota Solo. Acara ini juga menjadi salah satu agenda rutin pemerintah kota. Selain di komplek kampus, masih banyak venue lain yang tersebar di Kota Solo. Beberapa Mall ikut menyelenggarakan pertunjukkan. Di sepanjang city walk pun disulap menjadi venue untuk menari. Tak hanya menyajikan tarian tradisional, tarian modern dan kontemporer pun menjadi variasi tersendiri di setiap venue.
Selain venue untuk penampilan tari, ada satu area di sebelah selatan Teater Kecil yang diubah menjadi satu komplek food court dan penjualan souvenir. Jendra dan timnya ikut ambil bagian di dalamnya. Dia tak sepenuhnya menangani setiap proses pemasakan dan penjualan. Salah satu asistennya ditunjuk untuk melakukan tugas itu sementara dia menemani Sandra.
Enam jam sudah berlalu. Semua venue sedang melakukan rehat, namun bukan para penari 24 jam. Tahun ini ada lima orang penari yang menari selama 24 jam tanpa henti, dan Sandra menjadi satu-satunya penari perempuan.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Jendra saat jam makan siang.
Sandra sedang duduk di kursi sambil terus menggerakkan tangannya untuk menari ketika Jendra datang membawakannya makan siang.
“I’m good. Bagaimana stan makananmu? Ramai?” Sandra balik bertanya.
“Ya. Saat ini waktunya makan siang. Aku biarkan anak-anak yang handle sementara di sini aku handle pelanggan khusus.”
“Wow.. aku tersanjung sekali menjadi pelanggan khususmu, Chef Jendra.”
Jendra menyiapkan makanan untuk Sandra, dan mulai menyuapinya. Dia tidak boleh berhenti meski hanya sesaat, atau usahanya akan gagal. Gerakan Sandra sangat pelan, dinamis dan statis. Dia harus menghemat tenaganya hingga jam enam pagi keesokan harinya. Sekarang baru kuarter pertama. Dia masih harus menjalani tiga kuarter lagi selama delapan belas jam ke depan.
“Bagaimana rasanya?” tanya Jendra.
“Delicious as always,” jawab Sandra.
Rupanya tak hanya gerakannya saja yang pelan. Suara yang dikeluarkan Sandra pun juga pelan. Dia tak banyak makan, hanya semuat perutnya saja dan tidak boleh kebanyakan. Jendra menyiapkan menu untuk para penampilan dengan seksama. Makanan yang dimakan oleh penampil tak perlu banyak dalam hal porsi, namun harus mengandung banyak gizi yang mampu menambah tenaga.
Siang ini kelima penari 24 jam tidak berkumpul di satu lokasi. Dua orang yang bersama Sandra di Pendopo saat ini sedang menikmati makanan mereka, dan dua orang lainnya sedang bersiap-siap untuk diarak keliling kota. Sementara orang-orang masih sibuk menyiapkan kendaraan, dua penari yang akan diarak sedang disuapi asisten mereka masing-masing.
“Apa mereka akan baik-baik saja dengan cuaca sepanas ini?” tanya Jendra.
“Mereka akan baik-baik saja,” kata salah seorang penampil yang berambut panjang dan putih. “Mereka sudah dilatih untuk itu.”
Sementara komplek ISI masih sibuk dengan jadwal kegiatan mereka, satu venue di komplek Bandara Adi Sumarmo tampaknya juga sedang menjadi sorotan. Selain pengunjung dari wilayah sekitar, penumpang pesawat yang akan terbang maupun yang baru datang ikut menyaksikan pertunjukkan tari yang digelar di halaman parkir. Arman baru datang saat sekelompok penari cilik unjuk kebolehan di atas panggung. Dia berhenti untuk menyaksikan penampilan para penari cilik itu. Beberapa anak perempuan menari mengikuti irama musik pengiring. Melihat penampilan gadis-gadis cilik itu membuatnya ingat pada seseorang di masa kecilnya. Masa di mana dia melihat Sandra kecil menari ketika mereka sedang bermain di tanah lapang, tak jauh dari tempat tinggal kakeknya.