“Nek, memangnya kenapa kalau kita orang Cina? Bukankah kita makan makanan yang sama seperti mereka? Kita juga tinggal di tanah yang sama. Kenapa mama bersikap seperti itu pada mereka?”
Arman remaja duduk di atas tangga, di depan teras belakang rumah. Tatapannya kosong memandangi ladang singkong di kejauhan. Pohon asam yang tumbuh tinggi di ujung ladang masih berdiri tegak dan rimbun daunnya menaungi tanah di atasnya. Tempat di mana dia, Jendra dan Sandra menghabiskan waktu bermain dan belajar bersama. Kini pohon itu sendiri, tak ada lagi tiga anak manusia yang biasa menemani. Ladang singkong baru ditanami sebulan yang lalu. Kali ini tumbuhnya seperti melambat. Daun-daunnya tak lebat dan masih sangat pendek, tidak seperti yang ditanam musim lalu. Apakah tanaman-tanaman itu juga merasakan kesedihan karena ditinggal orang yang biasa merawat mereka?
Arman beranjak berdiri. Dia ingin pergi ke bukit, tempat Senja biasa berlatih tari bersama ibunya.
“Kamu mau ke mana?” tanya neneknya.
“Ke bukit, Nek,” jawabnya.
“Buat apa kamu ke sana?” kali ini suara dengan nada tinggi yang bertanya. Jelas itu bukan suara neneknya. “Kita berangkat sebentar lagi. mama tidak mau kamu pergi.”
“Aku tidak pergi, Ma. Aku hanya ingin ke sana sebentar!”
“Arman!” panggil mamanya.
“Aku akan segera kembali!” dia tidak menggubris kata-kata ibunya dan pergi.
Sore datang bersama warna jingga senja yang mempesona. Namun hiasan siluet perempuan yang sedang menari tidak lagi nampak di atas bukit itu. Detail kecil itu kini telah hilang membawa serta kenangan yang pernah terukir di sana.
Arman hanya singgah sebentar. Neneknya menghubungi dan mengatakan bahwa Jendra akan pergi. Senja sudah pergi, dan kini Jendra juga akan pergi. Secepatnya dia pulang dan menemui Jendra yang masih berkemas di kamarnya. Dia tidak pernah tahu rencana kepergian Jendra dan sekarang dia sudah akan pergi.
“Kamu mau pergi ke mana, Jen?” tanya Arman dengan tidak sabar. “Senja pergi, dan kamu juga akan pergi?”
“Apa masalahnya?”
“Kalian semua pergi, Jen. Itu masalahnya!”
Jendra selesai mengemasi barangnya. Semua tertata rapi di dalam koper hitam di atas tempat tidurnya.
“Bukankah kamu juga akan pergi?” Jendra balik bertanya. “Ikut ujian masuk Le Cordon Bleu di Sydney. Kalau lolos, kamu juga akan pergi.” Arman terdiam mendengar kata-kata Jendra. “Setiap orang memiliki impian. Cepat atau lambat, setiap orang akan pergi untuk meraih mimpi mereka, Arman.”