Arman duduk di samping Ratih yang masih asyik merajut. Tangannya memegang kotak musik dari ukiran kayu, memandangi lekat-lekat benda yang tak asing baginya itu. Dia memeriksa setiap sudut kotak musik itu dan mencoba meyakinkan diri tentang keasliannya. Inisial yang tertera di bagian bawah kotak kayu itu jelas sekali menunjukkan identitas pemilik sebelumnya. Namun dia juga merasa ragu. Jika ini sebuah kebetulan, tentu tidak akan sepersis ini. Inisial nama seseorang mungkin saja sama. Tapi apakah akan diukir di tempat dan dengan cara yang sama?
“Bro! Kalian tahu dimana Jendra?” tanya Arman pada teman-teman sekelas Jendra. Jam istirahat sudah selesai tapi mereka masih berkumpul di kantin sekolah.
“Tidak tahu. Tidak kelihatan sejak keluar kelas tadi,” jawab salah satu di antar mereka.
“Memangnya kapan dia keluar?”
“Tadi pas pelajarannya Pak Kasim. Tahu-tahu dia ijin keluar dan tidak balik lagi sampai jam istirahat.”
Tidak puas dengan jawaban mereka, Arman pun mencari tahu lagi. Dia menemui teman satu geng Jendra.
“Pulang!”
“Pulang? Pulang kemana?”
“Ya dia bilang pulang. Bolos mungkin.”
Pulang di tengah-tengah jam sekolah, sungguh bukan hal yang biasa Jendra lakukan. Namun di dalam hati dia juga merasa ingin menyusul Jendra pulang. Lagipula, satu-satunya tempat Jendra pulang adalah rumahnya.
Arman mengabaikan sekolahnya dan akhirnya pulang. Dia tidak mendapati Jendra di rumah. Neneknya jadi heran melihat Arman yang sudah pulang sebelum waktunya.
“Jendra mana, Nek?”
“Jendra? Dia tidak di rumah. Bukankah kalian harusnya masih sekolah?”
“Iya, tapi Jendra pulang. Apa nenek tidak melihatnya?”
“Tidak.”
Neneknya jadi semakin heran. Lalu dia teringat sesuatu.
“Apa mugkin dia di tempat Senja?”
“Senja? Memangnya ada apa di sana?”
“Kamu tidak tahu?”
Lagi-lagi neneknya heran. Kedekatan mereka bertiga nyatanya bukan jaminan bahwa mereka saling mengetahui kabar masing-masing. Seperti pagi ini.
“Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya pada Nenek.”
Arman geram dengan neneknya.
“Senja akan pergi. Bersama ibu dan neneknya.”
“Apa?!” Arman terkejut bukan main. “Mereka mau pergi ke mana?”
Neneknya hanya menggeleng. Arman langsung pergi meninggalkan neneknya. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kado yang sudah dia siapkan untuk ulang tahun Senja. Kejutan yang sudah dia siapkan bersama Jendra nanti sore tampaknya berbalik mengejutkan mereka.