Tubuh Arman serasa lemas saat itu. Dia pun akhirnya paham tentang perasaannya selama ini. Kedekatan yang dia rasakan dengan Sandra telah jelas alasannya. Kotak musik yang dia temukan bukan hanya mirip dengan kotak musik yang dia berikan pada Sandra saat perpisahan mereka. Kotak musik milik Ratih itu adalah kado ulang tahunnya pada Senja. Sandra dan Senja adalah orang yang sama.
Banyak perubahan yang terjadi selama lima belas tahun ini. Dia tidak mengenali Sandra. Kenangannya bersama Sandra sudah lama terkubur oleh keasyikannya dengan para perempuan yang singgah silih berganti dalam hidupnya. Namun beberapa bulan terakhir, kenangan itu seperti digali dan dimunculkan kembali ke permukaan. Ada perasaan bahagia yang mewarnai hatinya. Namun di sisi lain, ada kejanggalan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya.
Saat pertama dia melihat Jendra bicara berdua dengan Sandra, keduanya terlihat sangat akrab. Sejauh yang dia tahu, Jendra tidak pernah dekat dengan perempuan dan bisa mengobrol seakrab itu. Alasan bahwa mereka pernah tinggal di kota yang sama dan terlibat dalam sebuah event bersama tampak amat sangat kebetulan. Lalu ketika sampai di padepokan, dia juga melihat keakraban Jendra dengan keluarga Ki Sukirto. Apakah keakraban semacam itu bisa terjadi hanya dalam waktu sehari? Nalar logika mengatakan tidak mungkin. Dan saat Jendra menyuapi Sandra serta ketika mereka berdansa di pagi buta, jika Jendra jatuh cinta pada Sandra, apakah secepat itu pula mereka sebegitu dekat? Apakah cinta pada pandangan pertama bisa secepat itu mendekatkan mereka?
“Jendra tahu jawabannya,” katanya pada diri sendiri.
Arman dan Jendra kembali ke Jakarta bersama. Sandra mengantar mereka ke bandara dengan tanpa memiliki perasaan seperti yang dialami Arman.
“Aku akan menyusul kalian ke Jakarta,” kata Sandra, sebelum mereka berpisah.
“Really?” Arman tampak tak percaya.
“Ya. Ada yang harus aku lakukan di sana.”
“Kami akan senang menyambutmu,” ujar Jendra.
Arman masih belum yakin dengan apa yang dirasakannya. Ketika dia memeluk Sandra sesaat sebelum masuk, dia merasakan de javu lagi. Seakan hal itu mengamini keganjilan yang dia rasakan selama ini.
“Hati-hati, Chef! J!” pesan Sandra.