Kalam Cinta Untuk Elly

Nuzulul Rahma
Chapter #2

Perempuan Sabar itu, Elly

“Mbak Elly ...,” teriak Lina―melipat kasur yang semalam menjadi alas tidur―netra masih memerah, bibir maju beberapa senti, rambut berantakan menutup sebagian wajah―menuruni tangga asrama. Dengan senyum santai Elly meracik menu sarapan―kebetulan hari rabu jadwalnya untuk jaga dapur―maka dari itu dia bangun lebih awal.

“Bangun, Lin!” balas Elly―memasukkan tempe ke penggoreng. Di asrama Al Iman, setiap rumah kontrak berisikan enam mahasiswi dari berbagai program studi. Awalnya, jarang mahasiswi berminat tinggal di dalamnya―dengan berbagai alasan klasik, tetapi penawaran harga miring menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka―dengan konsekunsi harus patuh pada semua aturan, termasuk berada di tempat sebelum jam sembilan malam atau akan dikenakan sanksi dari ketua. Rutinitas mereka tidak pernah jauh dari Al-Quran, buku, kuliah, begadang, kerja―masihkah mereka memiliki waktu main? Ya kadang kala. Walau hanya disela kuliah ataupun istirahat kampus. Tidak ada kelayapan, pacaran atau hal negatif lain yang dipandang sebelah mata oleh penduduk sekitar kontrakan.

“Kok mbak Elly enggak bangunin Lina?” protesnya―mendekat pada serok yang hanya berjarak lima senti dari kompor―menyomot tempe goreng hangat, “tadi malam Lina begadang, tugas kuliah astagfirullah,” jelasnya―mata setengah terpejam mulut menikmati makanan.

“Tahu,” respon Elly ringan, “tadi waktu mbak gelitikan berasa enggak?” tanyanya mencubit pipi Lina gemas―memang Lina itu salah satu mahasiswi baru program studi biologi―kepribadiannya ceria, cerewet, mudah marah juga usil. Jadi, tidak aneh jika semua penghuni asrama bisa akrab dengannya.

“Enggak,” jawabnya tanpa ekspresi, “jadi berasa aku belum Salat Subuh,” menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

“Emang belum sayang, lihat itu jam dinding!” netra Elly menunjuk jam di depan almari, Lina menoleh, melihat jarum jam masih berada di angka tiga, “Masih jam segini kok udah masak mbak?” protesnya,

“Tahajud dulu! Ngobrol masih banyak waktu.” Elly kembali murojaah surah Al-Waqiah―tangan menggoreng tempe juga meracik capcai―tidak memedulikan Lina yang masih bertengger dengan kedip menahan agar tidak kembali tidur.

“Mbak Elly kebiasaan. Lina udah pernah tahajud kok. Sekarang mau bolos dulu, ngantuk!” tegasnya―kaki terseok-seok meninggalkan dapur menuju ruang tamu, menjatuhkan diri di lantai.

Elly memandangnya dari dapur dengan geleng kepala―heran. Beberapa saat kemudian Tsani, Marwah, Safa dan Siska keluar kamar, mereka berhambur ke tujuan masing-masing―toilet, wastafel, dapur dan ruang tamu, yang ke dapur menemani Elly menjalankan tugas piket masak. 

“Maaf mbak El, semalam aku ngelebur tugas,” jelasnya berdiri di samping kompor―mengaduk sayuran yang siap matang.

“Iya, enggak apa,” mengelus pundak Safa sesaat, kemudian kembali menata tempe goreng di piring, “Namanya juga mahasiswa, santai aja,” tersenyum―sangat menenangkan siapa saja yang bercengkrama dengannya. Selain kalem, keibuan, sikap pemaaf dan mudah mengalah menjadikannya unggal dari penghuni asrama lain, tidak salah jika menduduk posisi ketua asrama.

Adzan subuh berkumandang merdu dari musala gang depan, untuk sesaat semua aktivitas berhenti―mendengar dan menjawab adzan―sebelum mengambil wudu Salat Subuh berjamaah di lantai dua,

“Seusai Salat Subuh, Al Masurat, gantian mandi, baru kalian bebas―yang kuliah pagi silakan bersiap dan yang tidak boleh cuci atau mengerjakan aktivitas lain,” instruksi Elly pada seluruh adik tingkatnya.

“Aku antri pertama mbak,” Lina mengangkat jari telunjuk,

“Antri dek,” Safa tidak mau kalah,

“Aku setelah Safa," tambah Tsani, sedang Marwah dan Siska santai―tidak berkomentar ataupun heboh seperti yang lain.

“Kalian enggak ada kuliah?” Elly memandang keduanya bergantian,

“Aku ada bimbingan proposal mbak, kuliahnya dijadiin malam,” jawab Marwah malas―seperti sudah tidak ada gairah untuk berjuang, Elly mengangguk paham, pandangannya beralih pada Siska yang masih diam menunduk, memainkan jari, “Dek Siska, kenapa?” tanyanya dengan hati-hati, khawatir yang bersangkutan sedang ada masalah dan tidak bisa berbagi.

Siska mengangkat kepala, “Enggak mbak, masih ngantuk,” jawabnya berat, “siapa mau wudu duluan?”celingak-celinguk bermaksud mengalihkan perhatian semua orang yang tertuju padanya.

“Hem, ok!” Elly menepuk tangan membuyarkan setiap pemikiran adik-adiknya, “dari yang paling kecil, dek Lina ... ayo wudu!” pintanya santai tetapi terkesan tegas,

Lihat selengkapnya