Kalau Baper Makan Dulu

Falcon Publishing
Chapter #3

Mie Ayam Perdamaian

Muka Yuna langsung kusut—kayak pakaian enggak disetrika.

Hal itu terjadi saat Lika baru sampai dan duduk di sebelahnya.

Kejadian kemarin masih bikin Yuna bete. Rasanya dia enggak siap kalau musti duduk jejeran sama Lika setelah apa yang terjadi. Sebenarnya Yuna sengaja datang lebih pagi buat nyari temen yang bersedia tukar bangku. Sayangnya enggak ada satu pun yang bersedia.

“Pagi, Yun.” Lika meletakkan tasnya di atas meja sambil ngelempar senyum, seolah-olah kejadian kemarin enggak pernah terjadi.

“Kamu enggak usah pura-pura lupa kejadian kemarin ya.”

Disinisin Yuna ternyata enggak bikin Lika gentar. Lika tetep woles ngeluarin pemotong kuku dari dalam tas. Yuna kesal karena Lika selalu berlagak santai meskipun jelas-jelas temannya lagi ngambek. Mungkin karena selama ini Yuna selalu sukses disogok pakai cilok kalau lagi gondok.

“Ngambeknya udahan dong, Yun. Kalau cemberut gitu pipimu keliatan tambah bengkak.” Lika ngikir kuku dengan enjoy. Dan itu bikin Yuna bertanya-tanya, kenapa Tuhan mengirimkan teman yang terkutuk macam Lika.

“Yun, sebagai permintaan maafku, nanti di kantin aku yang bayarin. Kamu seneng, kan?”

Kalau Yuna yang biasa pasti udah meluk tubuh Lika sampe belulang sohibnya itu berbunyi kretek. Tapi Yuna di mode ngambek enggak bisa disogok pake makanan apa pun.

“Yun, jawab dong.” Lika kesal. Dia meletakkan pemotong kukunya di meja.

“Eh, jangan ngomong ama aku lagi, ya. Mulai sekarang, kita bukan teman,” kata Yuna.

Lika cuma bengong melihat Yuna berdiri dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu. Namun, baru tiga langkah Yuna pacu, bel masuk berbunyi. Dia terpaksa balik lagi. Yuna bisa baca ekspresi Lika lagi nahan ketawa.

Fine, ini nyebelin.

Pelajaran pertama dibuka oleh Pak Chandra, sang wali kelas yang sekaligus pegang mata pelajaran Bahasa Inggris.

Guru berciri fisik sangat kurus itu berjalan menuju mejanya dan meletakkan beberapa buku tebal.

“Kalau diperhatiin, Pak Chandra makin kurus kering ya, Yun?” Lika nowel lengan Yuna yang empuk. “Padahal pengantin baru.”

Lihat selengkapnya