"Andara!"
Aysha menghentikan langkahnya untuk menaiki tangga. Ia menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Tampak Radhitya berlari kecil menuju ke arahnya.
"Bisa bantu saya membagikan selebaran ini untuk siswa kelas X di lantai tiga?" tanya Radhit ketika ia telah mendekat kepada Aysha.
"Bisa, Kak. Tinggal dibagiin aja, kan?" tanya Aysha sambil memperhatikan tulisan yang ada di selebaran itu.
"Iya, terserah ke siswanya langsung atau ke masing-masing Ketua kelas juga boleh. Ini selebaran tentang info seleksi kelas ekstrakurikuler yang bakal diadain minggu depan. Jadi siswa kelas X bisa mulai pilih-pilih, mau ambil kelas yang mana."
"Oh, oke nanti saya bantu bagikan," Aysha menoleh kepada Radhitya yang masih menatapnya. "Ada yang lain lagi, Kak?" tanyanya lagi karena Radhitya masih mematung.
"Hmm? Eh, enggak ada. Itu aja. Thanks ya," ucap Radhitya tersentak, segera ia berlalu dari hadapan Aysha.
Aysha memicingkan matanya menatap heran pada Radhitya yang tiba-tiba seperti gugup. Memilih tak memikirkannya lebih serius, ia pun melanjutkan langkahnya menuju kelasnya di lantai tiga.
"Kenapa tuh muka, gitu banget abis ngomong ama cewe cantik pagi-pagi?" Kenan merangkul leher Radhitya sambil terkekeh menggoda.
"Apa sih lo, biasa aja."
"Heleh, sok ngeles lu! Ngaca sana, muka lu merah padam," goda Kenan lagi.
Radhitya yang merasa kesal, mendorong lepas rangkulan Kenan dan memilih duduk di bangku panjang di depan kelasnya dan merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.
"Woy lah, Pak Ketua, pagi-pagi dah santai aja mainin henpon," ledek Axelle yang baru saja sampai di depan kelas Radhitya dan Kenan.
"Jam kedua sampe istirahat kosong nih, mau ngapain kita?" Radhitya menyimpan kembali ponselnya.
"Basketan yuk! Kelas lo lawan kelas gue," ide Axelle.
"Nah, mantab idenya. Langsung ketemu di lapangan aja ya."
---
"Lo pilih yang mana, Ra?"
"Penginnya antara seni musik ama tari, sih. Yang santai gitu. Lo sendiri?" Aysha menjawab sekaligus balik bertanya pada Tika teman sebangkunya.
"Gue juga seni tari sih, kalau main musik ama nyanyi, nyerah gue, gak tega gue nyakitin telinga kalian," kekeh Tika pelan. Aysha menyeringai sambil mencubit pelan lengan Tika.
"Pengumuman! Woy, perhatian!" seorang anak laki-laki dari kelas sebelah berteriak sambil mengetuk whiteboard dengan sebuah pena. "Jam kedua sampai istirahat nanti, guru-guru pada rapat. Jadi jam pelajaran kosong, bebas mau ngapain yang penting gak berisik. Disarankan belajar sendiri atau ke perpustakaan. Laporan selesai!"
Anak laki-laki itu bergegas pergi meninggalkan kelas Aysha begitu selesai memberi pengumuman. Seketika isi kelas bersorak dengan riuhnya. Aysha dan Tika pun tak kalah senang.
Nina salah seorang teman dekat Aysha selain Tika, baru saja tiba dan langsung menghampiri meja Aysha. "Jam kosong nanti, anak XII MIPA tanding basket, kita nonton kebawah yuk?" ajaknya.
"Ayuk, yuk! Mau ya, Ra? Sekalian cuci mata. Gengnya Kak Radit ama Kak Abi pasti main tuh."
"Memang kelas mereka yang tanding, XII MIPA 1 lawan MIPA 2. Bakal seru deh pasti."
"Gak bisa lihat dari atas sini aja? Malah lebih jelas kan? Males gue desak desakan di bawah," Aysha memohon pada kedua temannya.
Gak seru dong, gak bisa lihat wajah-wajah ganteng lagi keringetan," bisik Nina namun didengar jelas oleh Aysha dan Tika. Nina tergelak setelah mengucapkan kalimatnya disusul tawa dan acungan jempol dari Tika. Sementara Aysha mendengus melihat tingkah kedua temennya itu.
Jam pelajaran pertama berlangsung dengan tingkat konsentrasi murid yang rendah. Menit-menit terakhir jam pelajaran pertama usai, hampir 95% fokus isi kelas telah beralih ke lapangan basket di bawah sana, yang keriuhannya terdengar hingga ke lantai tiga.
Untung saja lima menit sebelum bel pergantian mata pelajaran berbunyi, guru yang mengisi kelas Aysha menyatakan selesai dan segera berlalu dari kelas. Sontak semua murid bersorak girang dan segera berhamburan keluar kelas.
"Buruan, Ra. Dompet, ponsel jangan ketinggalan," ucap Tika mengingatkan.
"Yuk!" terdengar teriakan Nina dari depan kelas, posisinya telah mendekati pintu.